Jumat, 11 Mei 2012

KIBARKAN KEMBALI BENDERAMU


Oleh dicky arsyul s

Lama sudah kita lupa, lama sudah kita lengah, lama sudah kita terbuai, dan lama sudah kita terperangkap. Kita lupa akan jiwa nasionalisme, kita lengah akan masuknya kapitalisme, kita terbuai dengan indahnya rayuan liberalisme, dan bahkan kita telah terperangkap dalam individualisme yang sama sekali bukan ciri dari kehidupan bangsa ini.
Seberapa cintakah kita pada negri ini?apakah MerahPutih dipekarangan rumah kita berkibar setiap hari?dapat di pastikan bahwa kita telah lama menguburkan jiwa nasionalisme kita dalam dalam, bahkan ketika pihak lain mencoba untuk menggerogoti organ organ tubuh kita, jiwa yang terkubur itu belum cukup kuat untuk bangkit. Apa yang yang terjadi dengan jiwa ini?mengapa jiwa ini dapat terkubur begitu dalam?padahal jika melihat kembali perjuangan kakek buyut kita dalam memerdekakan negri ini, jiwa ini sangat diagung agungkan, jiwa ini merupakan bambu runcing yang menghujam setiap bentuk penjajahan, jiwa ini merupakan meriam yang telah meledakan semangat juang para pemuda saat itu, dan jiwa ini merupakan harimau yang mengaum saat proklamasi kemerdekaan berkumandang.
Banyak hal yang terjadi selama 64 tahun kebelakang ini, sebagian besar berpendapat bahwa kita telah mengenyam kemerdekaan selama itu, sebagian kecil lagi berpendapat justru hingga saat ini kita masih belum bisa memerdekakan diri. Apapun pendapat yang berkembang itu sah sah saja tergantung bagaimana kita memaknai kata merdeka itu sendiri. Namun jika kita masih merasa bangga memakai peralatan olahraga dengan brand asing tersohor, atau meminum minuman berlabelkan bahasa asing, maka jangan pernah berkata bahwa kita telah merdeka, karena sesungguhnya kita masih terjajah oleh sesuatu yang dinamakan kapitalisme.
Pasar bebas dan globalisasi industri merupakan isu yang sedang hangat hangatnya diperbincangkan, banyak sekali pihak yang menanti kedatangan kedua hal tersebut dengan harapan bahwa bisnis mereka akan semakin maju, kekayaan materil mereka akan tumbuh pesat seperti lumut dimusim hujan, namun sayang mereka tidak pernah berpikir akan dampak yang terjadi di negri ini apabila kedua hal tersebut terjadi, masyarakat kita akan semakin memupuk jiwa konsumtif mereka, hukum hukum perdagangan akan semakin terlihat abu abu, dan kapal besar ini akan seperti kehilangan nahkodanya, segala sesuatunya akan semakin sulit untuk dkendalikan.
Saat ini, detik ini, yang ada dipikiran kita mungkin hanya bagaimana cara memperbanyak jumlah pundi pundi uang kita, bagaimana supaya hidup sejahtera, dan bahagia selamanya, tidakah terlintas untuk memikirkan nasib tetangga sebelah kita?pernahkah terpikir bahwa diujung jalan rumah kita terdapat keluarga yang sedang kelaparan?atau dipemukiman seberang komplek kita terdapat sekelompok anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya?sedangkan kita saat ini sedang asik berbelanja, jalan jalan, dan merencanakan sebuah pesta meriah untuk malam ini, padahal tepat didepan tong sampah rumah kita terdapat seorang ayah yang sedang berusaha sekuat tenaga berharap menemukan beberapa sampah plastik hanya untuk membeli sebungkus makanan untuk keluarganya yang sedang mengerang lapar dirumah yang beratapkan kardus usang. Inikah ciri sosial bangsa kita?inikah bukti materi toleransi, tolong menolong, tepo seliro yang kita pelajari dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi?
Jika saat ini kita tersadar akan sesuatu, sesuatu untuk lebih mencintai tanah air ini, tanah air yang menjadi tempat kita tumbuh berkembang, maka itu adalah tanda bangkitnya jiwa nasionalisme kita yang telah lama terkubur, jika kita merasa mencintai negri ini dan kita bangga memakai produk nasional maka MerahPutih telah menyelimuti jantung ini, jika kita semakin peduli akan kondisi teman atau saudara terdekat kita maka MerahPutih yang menyelimuti jantung kita akan mulai berkibar kembali. Ambilah bendera MerahPutih kita, lalu pasangkan tepat didepan pekarangan rumah, jangan biarkan apapun menghalangi kibarnya, biarkan setiap mata memandang dan mengagumi kegagahannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar