Selasa, 15 Mei 2012

Hukuman Mati untuk Koruptor

Rabu, 09/05/2012 14:32
 


Korupsi atau jelasnya pencurian uang negara dan rakyat di Indonesia baik yang dilakukan secara terang-terangan atau terselubung sejak Republik ini berdiri tetap saja berlangsung. Bahkan nilainya semakin menggelembung, berlipat ganda. Akibatnya sangat merugikan bangsa dan negara. Rakyat jadi miskin, negara hampir bangkrut. Kekayaan dan aset negara terkuras dan tergadaikan. Dari data hasil survei lembaga Internasional PERC, Indonesia adalah negara terkorup di Asia dan menempati nomor satu. Padahal, Indonesia berpenduduk mayoritas Islam.
Sebenarnya Bagaimana definisi atau konsep syariah mengenai korupsi? Dalam pandangan syariat, korupsi merupakan pengkhianatan berat (ghulul) terhadap amanat rakyat. Dilihat dari cara kerja dan dampaknya, korupsi dapat dikategorikan sebagai pencurian (sariqah), dan perampokan (nahb).
Abdullah bin Husain Al-Ba’lawi dalam Is’ad al-Rafiq Syarh Matn Sulam al-Taufiq menerangkan:
(وَ) مِنْهَا (السَّرِقَةُ) بِفَتْحِ السِّيْنِ وَكَسْرِ الرَّاءِ وَيَجُوْزُ إِسْكَانُهَا، وَهِيَ أَخْذُ الْمَالِ خُفْيَةً، وَهِيَ مِنَ الْكَبَائِرِ اتِّفَاقًا. قَالَ فِي الزَّوَاجِرِ: وَهُوَ صَرِيْحُ اْلأَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ: "لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِيْنَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ السَّارِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ"، وَفِي رِوَايَةٍ إِذَا فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ. فَإِنْ تَابَ، تَابَ اللهُ عَلَيْهِ، وَحَدِيْثِ: "لَعَنَ اللهُ السَّارِقُ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ". قَالَ اْلأَعْمَشُ: "كَانُوْا يَرَوْنَ ثَمَنَ بَيْضَةِ الْحَدِيْدِ وَالْحَبْلَ ثَلاَثَةَ دَرَاهِمَ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ اْلأَحَادِيْثِ الْكَثِيْرَةِ. قَالَ وَالظَّاهِرُ أَنَّهُ لاَ فَرْقَ فِيْ كَوْنِهَا كَبِيْرَةً بَيْنَ الْمُوْجِبَةِ لِلْقَطْعِ وَغَيْرِهَا إِذَا كَانَتْ لاَ تَحِلُّ كَأَنْ سَرَقَ حَصْرَ مَسْجِدٍ فَإِنَّهُ يَحْرُمُ لَكِنْ لاَ قَطْعَ بِهَا لِأَنَّ لَهُ فِيْهَا حَقًّا ثُمَّ رَأَيْتُ الْهَرَوِيَّ صَرَحَ بِهِ.
(Dan) di antara dosa besar adalah (sariqah -pencurian-), dengan dibaca fathah huruf sin dan kasrah huruf ra’nya. Yaitu mengambil harta -yang bukan miliknya) secara sembunyi-sembunyi. Menurut kesepakatan para ulama perbuatan pencurian termasuk dosa besar. Dalam al-Zawajir Ibn Hajar al-Haitami menyatakan: “Itu merupakan pernyataan yang sangat jelas dari beberapa hadits, semisal hadits: “Seorang pezina tidak melakukan perzinahan dalam kondisi ia beriman dan seorang pencuri tidak melakukan pencurian dalam kondisi ia beriman.“ Dalam riwayat lain dengan redaksi: “Jika ia melakukan hal tersebut maka ia telah menanggalkan hukum Islam dari dirinya. Jika ia bertobat maka Allah menerima tobatnya.” Dan hadits: “Allah melaknat seorang pencuri yang mencuri sebiji telur sehingga menyebabkan tangannya dipotong, dan yang mencuri seutas tali sehingga tangannya dipotong.“ Al-A’masy menjelaskan: “Para sahabat Nabi menilai harga telur (helm baja untuk perang) dan tali (kapal) sampai tiga dirham. Dan beberapa hadits lain yang cukup banyak. Ibn Hajar menjelaskan: “Yang jelas sungguh tidak ada perbedaan dalam hal pencurian itu merupakan dosar besar, antara pencurian yang mengakibatkan hukuman potong tangan dan yang tidak, jika yang diambil memang tidak halal baginya. Semisal ia mengambil tikar masjid, maka hukumnya haram, akan tetapi tidak mengakibatkan hukuman potong tangan, karena ia memiliki bagian hak dalam tikar masjid itu. Kemudian saya melihat al-Imam al-Harawi secara jelas menyatakan hal tersebut.”
Karena ulama mengqiyaskan korupsi dengan mencur,i maka hukuman bagi pelakunya adalah potong tagan sampai dengan hukuman mati. sekaligus dituntut untuk mengembalikan apa yang telah dikorupnya. Hal ini jelas diterangkan oleh Muhammad bin Mansur al-Jamal dalam  Futuhat al-Wahhab bi Taudih Syarh Manhaj al-Thullab
وَقَالَ مَالِكٌ إِنْ كَانَ غَنِيًّا ضَمِنَ وَإِلاّ فَلاَ وَالْقَطْعُ لاَزِمٌ بِكُلِّ حَالٍ وَلَوْ أَعَادَ الْمَالَ الْمَسْرُوْقَ إِلَى الْحِرْزِ لَمْ يُسْقِطْ الْقَطْعَ وَلاَ الضَّمَانَ
Imam Malik berkata: “Jika pelaku tindak pencurian merupakan orang kaya, maka ia menanggung pengembaliannya, dan jika ia bukan orang kaya, maka tidak harus. Dan Hukuman potong tangan tetap berlaku pada semua kondisi. Bila ia mengembalikan harta curian ke tempat penyimpanan (semula), maka tidak menggugurkan hukuman potong tangan dan tanggungjawab mengembalikannya.
Begitu pula yang dijelaskan oleh Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh
وَالْخُلاَصَةُ أَنَّهُ يَجُوْزُ الْقَتْلُ سِيَاسَةً لِمُعْتَادِى اْلإِجْرَامِ وَمُدْمِنِي الْخَمْرِ وَدُعَاةِ الْفَسَادِ وَمُجْرِمِي أَمْنِ الدَّوْلَةِ وَنَحْوِهِمْ
Dan kesimpulannya adalah sungguh boleh menghukum mati sebagai kebijakan bagi orang-orang yang sering melakukan tindakan kriminal, pecandu minuman keras, para penganjur tindak kejahatan, dan pelaku tindakan subversif yang mengancam keamanan negara dan semisalnya.
Mengani hal ini sangat baik untuk ditelaah kembali apa yang ditulis oleh Muhammad bin Abi bakar al-Qurthubi dalam  Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an
قَالَ الْعُلَمَاءُ وَالْغُلُوْلُ كَبِيْرَةٌ مِنَ الْكَبَائِرِ بِدَلِيْلِ هَذِهِ اْلآيَةِ وَمَا ذَكَرْنَا مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ  أَنَّهُ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ وَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  فِيْ مِدْعَمٍ وَالَّذِى نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِيْ أَخَذَ يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ الْمَغَانِمِ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا  قَالَ فَلَمَّا سَمِعَ النَّاسُ ذَلِكَ جَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ أَوْ شِرَاكَيْنِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ  فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  شِرَاكٌ أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ أَخْرَجَهُ فِي الْمُوَطَّاءِ فَقَوْلُهُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ وَامْتِنَاعُهُ مِنَ الصَّلاَةِ عَلَى مَنْ غَلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَعْظِيْمِ الْغُلُوْلِ وَتَعْظِيْمِ الذَّنْبِ فِيْهِ وَأَنَّهُ مِنَ الْكَبَائِرِ وَهُوَ مِنْ حُقُوْقِ اْلأَدَمِيِّيْنَ وَلاَ بُدَّ فِيْهِ مِنَ الْقِصَاصِ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ
Para ulama berkata: “Perbuatan khianat (korupsi) merupakan bagian dari dosa besar berdasarkan ayat ini. Dan hadits yang telah kami sebutkan dari riwayat Abu Hurairah Ra.; ”Sungguh ia akan memikul hutangnya di lehernya.“ Rasulullah Saw. Sungguh telah bersabda tentang Mid’am (seorang budak): “Aku bersumpah demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasanNya. Sungguh selendang selimut yang ia ambil di hari peperangan Khaibar yang merupakan harta pampasan perang yang diambil oleh pegawai pembagian harta, akan menyalakan api neraka baginya.” Setelah mendengar penjelasan itu lalu ada yang datang kepada Rasulullah Saw. menyerahkan satu atau dua utas tali sandal, lalu beliau Saw. bersabda: “Seutas tali dan dua utas tali sandal dari itu dari api neraka.” Hadits itu diriwayatkan Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’. Maka sumpah Nabi Saw. dengan kaliamat: “Demi Dzat yang jiwaku ada alam kekuasanNya.” dan penolakannya menyolati orang yang telah melakukan pengkhianatan (korupsi) merupakan dalil atas parahnya perbuatan tersebut, begitu besar dosanya, ia termasuk dosa besar yang terkait dengan hak-hak orang lain dan di dalamnya harus diberlakukan qishash terkait amal kebajikan dan amal jeleknya.
Disarikan dari Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama Di Asrama Haji Pondok Gede. Jakarta, 25-28 Juli 2002 (Redaktur: Ulil A. Hadrawy)

Pokok Pikiran Kebangsaan KH Sahal Mahfudh

Para pendiri bangsa ini bercita-cita membangun bangsa ini secara utuh melalui seluruh batang tubuh Undang Undang Dasar 1945. Tujuan pembangunan bangsa ini adalah mewujudkan cita-cita sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Dinamika yang muncul pada proses penyelenggaraan pembangunan ini dapat dianggap wajar apabila masih dalam bingkai tujuan itu. Akan tetapi ada beberapa persoalan yang akhir-akhir ini meresahkan pikiran saya –dan oleh karena itu patut didiskusikan bersama, yakni:

1. Ketatanegaraan

Otonomi daerah banyak mengalami komplikasi dan menjadi rawan terhadap konflik lokal dan politik uang sebagai akibat dari kebijakan one man one vote. Tidak semua persoalan  –seperti agraria– patut untuk diserahkan kepada daerah, pusat seharusnya mempunyai kewenangan yang cukup besar mengatur hal-hal strategis bangsa.

Kedudukan dan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara perlu diperjelas kembali, diantaranya dengan mengangkat kelompok tertentu –seperti kelompok adat dan minoritas lain– yang sulit terwakili dengan sistem pemilihan yang berlaku saat ini.

2. Ekonomi

Walaupun globalisasi ekonomi sudah menjadi keniscayaan, perekonomian nasional semestinya tidak serta merta diserahkan kepada mekanisme pasar secara total. Pengalaman selama ini membuktikan bahwa kekuatan modal dan korporasi tidak membawa manfaat secara nyata dan merata kepada masyarakat. Negara seharusnya memperjelas kebijakan tentang perkoperasian dengan aturan yang lebih tegas dan berpihak. Negara harus diingatkan bahwa koperasi sebagai soko guru ekonomi tidak hanya sebatas jargon, tetapi harus menjadi semangat pengendalian perekonomian nasional.

3. Kebudayaan
Semangat kebangsaan (ukhuwah wathoniyah) harus secara terus menerus diperkuat kembali dengan cara apapun, baik melalui organisasi kemasyarakatan formal maupun non formal. Negara harus mempunyai strategi pengaturan masyarakat yang tegas dan kongkrit yang merujuk kepada Pancasila dan UUD 1945, sehingga ruang gerak dan pemikiran untuk mengubah asas dan dasar negara ini tidak semakin meluas. Negara harus menghidupkan kembali semangat gotong-royong (ta’awun) di level masyarakat sebagai gerakan pembanding terhadap perilaku hedonis, konsumtif, dan individualis yang telah menjadi perilaku sebagian masyarakat Indonesia.

Dengan demikian aspirasi untuk meninjau perubahan UUD 1945 secara selektif layak digulirkan untuk menyalakan kembali semangat berbangsa dan bernegara serta nasionalisme yang akhir-akhir ini cenderung redup, tentu saja dengan cara-cara yang arif dan memperhatikan kepentingan bangsa.


Pati, 7 Mei 2012

HMA. Sahal Mahfudh

*Disampaikan dalam roundtable discussion Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), 8 Mei 2012 di kampus Universitas Diponegoro, Semarang.

NU Harus Menjadi Benteng NKRI




Bandung, NU Online
Warga Nahdlatul Ulama (NU)  mesti  menjadi pilar atau benteng dalam mempertahankan NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika. Demikian diungkapkan Staf Pengajar Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati, Nurrohman, saat diskusi etika politik NU, di kantor PWNU Jawa Barat Jl. Terusan Galunggung Bandung, Senin (13/5).
 
Nurrohman memaparkan, etika politik NU harus didasarkan pada upaya untuk mengambil peran dalam memperjuangkan kehidupan ke arah yang lebih baik bagi manusia.

"Kemuliaan penguasa ditunjukkan dengan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Benteng moral dalam kehidupan kita adalah para ulama," tutur Nurrohman.

Lebih lanjut, Nurrohman menambahkan bahwa politik kenegaraan bagi orang NU adalah bagaimana warga NU  menjadi pilar atau benteng dalam mempertahankan NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika

"NU selaku orama harus menjadi benteng dalam mempertahankan NKRI dan Bineka tunggal ika, gitupun harus menjadi ibu kandung yang memperjuangkan politik yang santun dan etis, yaitu politik akomodatif dengan bersandar pada aswaja dan sesuai dengan spirit Bhinneka Tunggal Ika," paparnya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Pemerintahan UNPAD Utang Suwaryo dalam diskusi tersebut juga menjelaskan Yang menjadi dasar etika politik bagi warga NU adalah sumber ajaran yang ada di NU sendiri; yaitu Al-Qur'an, Sunnah,  Ijma dan qiyas. Prinsip NU mempertahankan tradisi lama yang baik, dan mengambil  tradisi sekarang yang lebih baik.

"Sikap NU dalam berpolitk sudah jelas yaitu, harus  tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh(toleran), mengubah sesuatu yang buruk dengan cara yang santun. Mencegah kemungkaran lebih baik dari pada mencari kebenaran."

Utang menyarankan perlunya  merumuskan prinsip dasar perjuangan politik warga NU."Saya menyarankan  Sudah seharusnya NU merumuskan sebuah konsep baru dalam berpolitik melalui upaya ijtihad warga nahdliyin."

Sementara itu, sekretaris PW Lakpesdam NU, Ahmad Dasuki, memberikan keterangan bahwa. Diskusi ini  ajang silaturahmi bagi seluruh pengurus NU dan warga nahdliyyin dalam rangkah memperkuat ukhuwah jami’yyah serta  meningkatkan perannya dalam pengabdian pada masyarakat jawa Barat secara keseluruhan.

"NU harus mengambil bagian penting dalam seluruh proses pembangunan di Jawa Barat sehingga kontribusinya bias dirasakan bukan hanya untuk warga nahdliyin semata namun juga seluruh masyarakat Jawa Barat pada umumnya," pungkasnya.



Redaktur      : Syaifullah Amin
Kontributor :  Zenal Mutaqin

Sabtu, 12 Mei 2012

Pahamilah semua sebelum bertindak



SYIIRAN GUS DUR


ASTAGHFIRULLOH ROBBAL BAROOYAA
ASTAGHFIRULLOH MINAL KHOTOOYAA
ROBBII ZIDNII 'ILMANNAFI'AA
WAWAFIQNII 'AMALANSOOLIHAA

YA ROSULOLLOOH SALAMUN ALAIK
YA ROFFI 'ASSHYAANI WADDAROJI
'AT FATTAYAJIIROTAL 'ALAMI
YA UHAILALJUUDI WALKAROMI
YA UHAILALJUUDI WALKAROMI

NGAWITI INGSUN NGLARAS SYI’IRAN
KELAWAN MUJI MARING PENGERAN
KANG PARING ROHMAT LAN KENIKMATAN
RINO WENGINE TANPO PITUNGAN
RINO WENGINE TANPO PITUNGAN

DUH BOLO KONCO PRIO WANITO
OJO MUNG NGAJI SYARE’AT BLOKO
GUR PINTER DONGENG NULIS LAN MOCO
TEMBE MBURINE BAKAL SANGSORO
TEMBE MBURINE BAKAL SANGSORO

AKEH KANG APAL QUR’AN HADITSE
SENENG NGAFIRKE MARANG LIYANE
KAFIRE DEWE GAK DIGATEKKE
YEN ISIH KOTOR ATI AKALE
YEN ISIH KOTOR ATI AKALE

GAMPANG KABUJUK NAFSU ANGKORO
ING PEPAHESE GEBYARE DUNYO
IRI LAN MERI SUGIHE TONGGO
MULO ATINE PETENG LAN NISTO
MULO ATINE PETENG LAN NISTO

AYO SEDULUR JO NGLALEKAKE
WAJIBE NGAJI SAK PRANATANE
NGGO NGANDELAKE IMAN TAUHIDE
BAGUSE SANGU MULYO MATINE
BAGUSE SANGU MULYO MATINE

KANG ARAN SHOLEH
BAGUS ATINE
KERONO MAPAN SARI NGILMUNE
LAKU THORIQOT LAN MA’RIFATE
UGO HAKEKOT MANJING RASANE
UGO HAKEKOT MANJING RASANE

ALQUR’AN QODIM
WAHYU MINULYO
TANPO TINULIS ISO DIWOCO
IKU WEJANGAN GURU WASKITO
DEN TANCEPAKE ING NJERO DODO
DEN TANCEPAKE ING NJERO DODO

KUMANTHIL ATI LAN PIKIRAN
MRASUK ING BADAN KABEH JEROAN
MUKJIZAT ROSUL DADI PEDOMAN
MINONGKO DALAN MANJINGE IMAN
MINONGKO DALAN MANJINGE IMAN

KELAWAN ALLOH KANG MOHO SUCI
KUDU RANGKULAN RINO LAN WENGI
DITIRAKATI DIRIYADHOHI
DZIKIR LAN SULUK JO NGANTI LALI
DZIKIR LAN SULUK JO NGANTI LALI

URIPE AYEM
RUMONGSO AMAN
DUNUNGE ROSO TONDO YEN IMAN
SABAR NARIMO NAJAN PAS-PASAN
KABEH TINAKDIR SAKING PENGERAN
KABEH TINAKDIR SAKING PENGERAN

KELAWAN KONCO
DULUR LAN TONGGO
KANG PODO RUKUN OJO GAE SIO
IKU SUNAHE RASUL KANG MULYO
NABI MUHAMMAD PANUTAN KITO
NABI MUHAMMAD PANUTAN KITO

AYO NGLAKONI SEKABEHANE
ALLOH KANG BAKAL NGANGKAT DRAJATE
SENAJAN ASHOR TOTO DHOHIRE
ANANGING MULYO MAQOM DRAJATE
ANANGING MULYO MAQOM DRAJATE

LAMUN PASLASTRO ING PUNGKASANE
ORA KESASAR ROH LAN SUKMANE
DEN GADANG ALLOH SWARGO MANGGONE
UTUH MAYYITE UGO ULESE
UTUH MAYYITE UGO ULESE

YA ROSULOLLOOH SALAMUN ALAIK
YA ROFFI 'ASSHYAANI WADDAROJI
'AT FATTAYAJIIROTAL 'ALAMI
YA UHAILALJUUDI WALKAROMI
YA UHAILALJUUDI WALKAROMI

Biografi Singkat GUS DUR


Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah.

Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren.

Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).

Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya.

Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970.

Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.

Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.

Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.

Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.

Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang.

Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi.

Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.

Abdurrahman Wahid mendapat pengalaman politik pertamanya pada pemilihan umum legislatif 1982, saat berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gabungan empat partai Islam termasuk NU.

Reformasi NU

NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU.

Pada 2 Mei 1982, para pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan memintanya mengundurkan diri. Namun, pada 6 Mei 1982, Gus Dur menyebut pilihan Idham untuk mundur tidak konstitusionil. Gus Dur mengimbau Idham tidak mundur.

Pada 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat oleh MPR dan mulai mengambil langkah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara.

Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Gus Dur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu ini.

Gus Dur lalu menyimpulkan NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, dia mengundurkan diri dari PPP dan partai politik agar NU fokus pada masalah sosial.

Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur dinominasikan sebagai ketua PBNU dan dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya.

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai pemerintah.

Pada 1987, dia mempertahankan dukungan kepada rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar.

Ia menjadi anggota MPR dari Golkar. Meskipun disukai rezim, Gus Dur acap mengkritik pemerintah, diantaranya proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai Bank Dunia.

Ini merenggangkan hubungannya dengan pemerintah dan Suharto.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga menandingi sekolah sekular.

Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua PBNU pada Musyawarah Nasional 1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, berusaha menarik simpati Muslim.

Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati intelektual muslim di bawah dukungan Soeharto dan diketuai BJ Habibie.

Pada 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung, tapi ditolaknya karena dianggap sektarian dan hanya membuat Soeharto kian kuat.

Bahkan pada 1991, Gus Dur melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial.

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan merencanakan acara itu dihadiri paling sedikit satu juta anggota NU.

Soeharto menghalangi acara tersebut dengan memerintahkan polisi mengusir bus berisi anggota NU begitu tiba di Jakarta.

Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan diri untuk masa jabatan ketiga. Kali ini Soeharto menentangnya. Para pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko, berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur.

Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat ABRI, selain usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU priode berikutnya.

Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang popularitasnya tinggi berencana tetap menekan Soeharto.

Gus Dur menasehati Megawati untuk berhati-hati, tapi Megawati mengacuhkannya sampai dia harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markasnya diambilalih pendukung Ketua PDI dukungan pemerintah, Soerjadi.

Pada November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU.

Desember tahun itu juga dia bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998.

Pada 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama delapan pemimpin komunitas Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak bergabung dengan Komite Reformasi.

Amien, yang merupakan oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai pandangan moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian mundur pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.

Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena mendirikan partai politik adalah satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presidennya.

Pemilu April 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan PDIP memenangkan 33% suara. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Semasa pemerintahannya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor Timur.

Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM.

Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sementara dia juga menjadi tokoh pertama yang mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik.

Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate, yang kemudian menjatuhkannya.

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri.

Pada Pemilu April 2004, PKB memperoleh 10.6% suara dan memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis dan KPU menolak memasukannya sebagai kandidat.

Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Di Pilpres putaran dua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur golput.

Agustus 2005, Gus Dur, dalam Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama dalam soal pencabutan subsidi BBM.

Kehidupan pribadi

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Yenny aktif berpolitik di PKB dan saat ini adalah Direktur The Wahid Institute.

Gus Dur wafat, hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkosumo, Jakarta, pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, diantarnya jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama.

Sebelum wafat dia harus menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Surabaya usai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Penghargaan

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, penghargaan cukup prestisius untuk kategori kepemimpinan sosial.

Dia ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, pada 10 Maret 2004.

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM karena dianggap sebagai salah satu tokoh yang peduli persoalan HAM.

Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas.

Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

Gus Dur memperoleh banyak gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lebaga pendidikan, yaitu:

- Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)

- Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)

- Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)

- Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)

- Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)



Diringkaskan dari Wikipedia/Jafar Sidik

http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid

TINGKATAN DAN MAQAM ZIKIR





JANGAN MENINGGALKAN ZIKIR LANTARAN ENGKAU BELUM SELALU INGAT KEPADA ALLAH S.W.T KETIKA BERZIKIR, SEBAB KELALAIAN KAMU TERHADAP ALLAH S.W.T KETIKA TIDAK BERZIKIR LEBIH BAHAYA DARIPADA KELALAIAN KAMU TERHADAP ALLAH S.W.T KETIKA KAMU BERZIKIR.

SEMOGA ALLAH S.W.T MENAIKKAN DARJAT KAMU DARIPADA ZIKIR DENGAN KELALAIAN KEPADA ZIKIR YANG DISERTAI INGAT KEPADA ALLAH S.W.T, DAN MUDAH-MUDAHAN ALLAH S.W.T AKAN MENGANGKAT KAMU DARIPADA ZIKIR YANG BESERTA KEHADIRAN ALLAH S.W.T DI DALAM HATI KAMU KEPADA ZIKIR DI MANA LENYAPNYA SEGALA SESUATU SELAIN ALLAH S.W.T. HAL YANG DEMIKIAN ITU TIDAKLAH SUKAR BAGI ALLAH S.W.T.

Empat keadaan yang berkaitan dengan zikir:

1: Tidak berzikir langsung.
2: Berzikir dalam keadaan hati tidak ingat kepada Allah s.w.t.
3: Berzikir dengan disertai rasa kehadiran Allah s.w.t di dalam hati.
4: Berzikir dalam keadaan fana dari makhluk, lenyap segala sesuatu dari hati, hanya Allah s.w.t sahaja yang ada.

Bukanlah sukar bagi Allah s.w.t untuk mengubah suasana hati hamba-Nya yang berzikir dari suasana yang kurang baik kepada yang lebih baik hingga mencapai yang terbaik.

Kerohanian manusia berada dalam beberapa darjat, maka suasana zikir juga berbeza-beza, mengikut darjat rohaninya. Darjat yang paling rendah adalah si raghib yang telah tenat dikuasai oleh syaitan dan dunia. Cahaya api syaitan dan fatamorgana dunia menutup hatinya sehingga dia tidak sedikit pun mengingati Allah s.w.t. Seruan, peringatan dan ayat-ayat Allah s.w.t tidak melekat pada hatinya. Inilah golongan Islam yang dijajah oleh sifat munafik. Golongan ini tidak berzikir langsung.

Golongan kedua berzikir dengan lidah tetapi hati tidak ikut berzikir. Lidah menyebut nama Allah s.w.t, tetapi ingatan tertuju kepada harta, pekerjaan, perempuan, hiburan dan lain-lain. Inilah golongan orang Islam yang awam. Mereka dinasihatkan supaya jangan meninggalkan zikir kerana dengan meninggalkan zikir mereka akan lebih dihanyutkan oleh kelalaian.. Tanpa zikir, syaitan akan lebih mudah memancarkan gambar-gambar tipuan kepada cermin hatinya dan dunia akan lebih kuat menutupinya. Zikir pada peringkat ini berperanan sebagai ‘juru ingat’. Sebutan lidah menjadi teman yang mengingatkan hati yang lalai. Lidah dan hati berperanan seperti dua orang yang mempunyai minat yang berbeza. Seorang enggan mendengar sebutan nama Allah s.w.t, sementara yang seorang lagi memaksanya mendengar dia menyebut nama Allah s.w.t. Sahabat yang berzikir (lidah) mestilah memaksa bersungguh-sungguh agar temannya (hati) mendengar ucapannya. Di sini terjadilah peperangan di antara tenaga zikir dengan tenaga syaitan yang disokong oleh tenaga dunia yang cuba menghalang tenaga zikir dari memasuki hati.

Golongan yang ke tiga pula adalah mereka yang tenaga zikirnya sudah berjaya memecahkan dinding yang dibina oleh syaitan dan dunia. Ucapan zikir sudah boleh masuk ke dalam hati. Tenaga zikir bertindak menyucikan hati daripada karat-karat yang melekat padanya. Pada mulanya ucapan zikir masuk ke dalam hati sebagai sebutan nama-nama Allah s.w.t. Setelah karat hati sudah hilang maka sebutan nama-nama Allah s.w.t akan disertai oleh rasa mesra yang mengandungi kelazatan. Pada peringkat ini zikir tidak lagi dibuat secara paksa. Hati akan berzikir tanpa menggunakan lidah. Sebutan nama-nama Allah s.w.t menghalakan hati kepada Empunya nama-nama, merasai sifat-sifat-Nya sebagaimana dinamakan.

Golongan ke empat ialah mereka yang telah sepenuhnya dikuasai oleh Haq atau hal ketuhanan. Mereka sudah keluar dari sempadan alam maujud dan masuk ke dalam hal yang tidak ada alam, yang ada hanya Allah s.w.t. Tubuh kasar mereka masih berada di atas muka bumi, bersama-sama makhluk yang lain. Tetapi, kesedarannya terhadap dirinya dan makhluk sekaliannya sudah tidak ada, maka kewujudan sekalian yang maujud tidak sedikit pun mempengaruhi hatinya. Mereka karam dalam zikir dan yang dizikirkan. Mereka yang berada pada tahap ini telah terlepas dari ikatan manusiawi dan seterusnya mencapai penglihatan hakiki mata hati.

Mereka yang mempunyai penglihatan hakiki mata hati ada dua jenis. Jenis pertama adalah yang mempunyai nama dan tabir penutup. Hijab nama (asma’) tidak terangkat lalu dia melihat di dalam hijab. Dia melihat Allah s.w.t pada apa yang menghijabkannya. Zikirnya ialah nama yang padanya dia melihat Allah s.w.t. Jenis kedua pula ialah yang berpisah dengan nama dan hijab, lalu dia melihat Allah s.w.t dan merasakan ketenangan dengan penglihatan itu. Pada ketika itu tidak sepatah pun ucapan yang terucap olehnya dan tidak sepatah pun kalam yang terdengar padanya. Dia melihat nama itu tidak mempunyai kekuatan hukum apa pun selain-Nya. Bila nama dinafikan tibalah pada wusul (sampai). Bila tidak terlintas lagi nama tibalah pada ittisal (perhubungan). Nama yang tidak lagi terlintas disebabkan kuatnya tarikan dari yang dinamai. Makam ini dinamakan makam al-Buhut (kehairan-hairanan), kerana dia melihat Allah s.w.t dalam kehairan-hairanan, tiada ucapan kecuali pandangan. Inilah makam terakhir di mana semua hati terhenti di situ. Ia adalah tingkatan tertinggi tentang kecintaan terhadap zat Ilahiat.

Pada tahap ini Nur-Nya memancar, menyinar, menjulang naik ke lubuk hati. Peringkat ini sudah tiada zikir dan tiada pula yang berzikir, hanyalah memandang bukan berzikir dan tiada berbalik kembali pandangannya. Inilah hal yang dikatakan faham dengan tiada huraian pemahamannya dan mencapai dengan tiada sesuatu pencapaiannya. Insan di dalam hal ini sudah tidak lagi memohon fatwa, tidak memohon perkenan, tidak meminta pertolongan dan ucapan juga tiada. Baginya setiap sesuatu adalah ilmu dan setiap ilmu adalah zikir. Inilah hamba yang telah benar-benar berjaya menghimpun semua makam dan martabat. Dia sudah melihat takdir-takdir dan melihat bagaimana Allah s.w.t menghalau takdir demi takdir dan melihat bagaimana Allah s.w.t mengulangi takdir-takdir itu dengan berbagai-bagai cara yang dikehendaki-Nya kerana sesungguhnya Allah s.w.t sahaja yang memulakan penciptaan dan Dia juga yang mengulanginya. Penglihatannya tidak berbolak-balik lagi. Dia melihat Allah s.w.t di hadapan dan di belakang apa yang dilihatnya dan melihat Allah s.w.t dalam segala yang dilihatnya.

Apabila kerinduan terhadap Allah s.w.t telah menguasai hati seseorang hingga kepada tahap tiada ucapan yang boleh diucapkan maka keadaan itu dikatakan melihat Allah s.w.t yang tiada sesuatu yang menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya:

Tiada sesuatupun yang sebanding dengan (Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan pentadbiran)-Nya, dan Dia jualah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )

Dipetik dari Syarah Al-Hikam

Biografi WALI SONGO




“Walisongo” berarti sembilan orang wali”

Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir. Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu :
  • Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim - Gapura Wetan, Gresik
  • Sunan Ampel atau Raden Rahmat - Ampeldenta, Surabaya
  • Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim - Tuban
  • Sunan Drajat atau Raden Qasim - Paciran
  • Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq -Kudus
  • Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin - Giri, Gresik
  • Sunan Kalijaga atau Raden Said - Kadilangu, Demak
  • Sunan Muria atau Raden Umar Said - Kolo, Gunung Muria
  • Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah - Gunung Sembung, Cirebon

Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah anak saudara kepada Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.



Click untuk Full Size Image


Walisongo menurut periode waktu

Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, majlis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Wali Songo tidak hidup dalam suatu masa. Namun demikian, diantara kesembilan wali ini, mereka semua mempunyai sebuah bentuk ikatan yang amat erat, jika tiada hubungan darah diantara mereka, pasti ada hubungan diantara Guru dan Murid.. Bila ada seorang anggota majlis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya:

  • Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik Isra'il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.
  • Angkatan ke-2 (1435 - 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il, Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462), Maulana 'Aliyuddin (wafat 1462), dan Syekh Subakir (wafat 1463).
  • Angkatan ke-3 (1463 - 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
  • Angkatan ke-4 (1466 - 1513 M, terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri (wafat 1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra, Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Sunan Kalijaga (wafat 1513).
  • Angkatan ke-5 (1513 - 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah Khan (Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550), Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang (wafat 1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
  • Angkatan ke-6 (1533 - 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah, Fathullah Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang, Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan Sunan Muria (wafat 1551).
  • Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599), Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan, Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria.
  • Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto, Maulana Yusuf, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos).

MASJID DEMAK : Tempat berkumpul Para WALI


RUJUKAN :

* Babad Tanah Jawi
* Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
* Al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran
* 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi
* Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur
* Menyingkap Misteri Pulau Besar oleh Ana Faqir

SISLSILAH WALISONGO


Kandungan Filosofis Pakem Pedalangan Lampahan Makutharama

Monday, 14 February 2011 04:52 Wayang-Indonesia


Karya : Ki Siswaharsodjo
Oleh : Anung Tedjowirawan
Fakultas Sastra UGM
Yogyakarta 1998

A. PENGANTAR

Di dalam seni pertunjukan Wayang Kulit ( Purwa ) terdapat lakon-lakon yang bertemakan wahyu, misalnya : Wahyu Makutharama, Wahyu Cakraningrat, Wahyu Kastuba Urip, Wahyu Tohjali Abadi, Wahyu Sih Nugraha, dan Wahyu Purbasejati.

Poerwadarminta mengartikan kata wahyu adalah 'wedaring Allah mungguhing prakara gaib' atau pulung nugrahaning Allah. "Ketiban Wahyu" berarti 'oleh pulung nugrahaning Allah ( bakal dadi luhur lan sapanunggalane )' ( Poerwadarminta, 1939 : 652 ). Jadi wahyu adalah penerangan dari Allah mengenai segala macam yang berhubungan dengan kegaiban atau pulung sebagai karunia dari Allah. Kejatuhan wahyu berarti mendapat pulung sebagai karunia dari Allah.

Wahyu sering juga disebut sebagai kemuliaan Illahi, keuntungan dan kejayaan. Daya kekuatan wahyu sering dilambangkan dengan warna putih kekuning-kuningan. Warna itu wataknya "rila legawa" ( Arman Subana, 1996 : 95 ). Pulung dapat menimbulkan watak "welas asih" 'belas kasih' bagi yang menerimanya sehingga ia diliputi oleh suasana yang lebih baik, memiliki sifat suka membantu orang lain, tetapi sebaliknya ia pun dikasihi oleh orang lain.

Di dalam lakon-lakon pertunjukan wayang yang bertemakan wahyu di atas terdapat beberapa perbedaan baik dalam pengertian maupun bentuk dari wahyu-wahyu di atas. Di dalam lakon wahyu Makutharama, wahyu adalah anugerah berupa ajaran/petunjuk atau wejangan, tentang ilmu Sri Bathara Ramawijaya yang dijadikan pedoman, pegangan dalam memerintah negara ( Pancawatidhendha ) yang disebutnya sebagai Asthabrata, yaitu delapan laku atau delapan sifat anasir ( unsur ) alam semesta, yaitu: kisma ( tanah/bumi ), tirta ( air ), samarana ( angin ), samodra ( samudra/lautan ), candra
( bulan ), baskara ( matahari ), dahana (api), dan kartika ( bintang ) atau disebut juga gunung. Wahyu Makutharama tersebut disampaikan oleh Begawan Kesawasidhi ( Prabu Kresna ) kepada Arjuna.

Dalam lakon Wahyu Cakraningrat, wahyu digambarkan sebagai makluk surgawi, dapat bercakap-cakap, dan berjenis pria, adapun pasangannya adalah Wahyu Anggani. Pada akhirnya Wahyu Cakraningrat masuk ke dalam diri Abimanyu
( Angkawijaya ) sedangkan kelak Wahyu Anggani masuk ke dalam diri Utari. Tokoh yang menerima Wahyu tersebut kelak akan menurunkan raja. Hal ini terbukti bahwa anak Abimanyu, yakni Pariksit ( Parikesit ) kelak dinobatkan sebagai raja di Hastina menggantikan Yudhistira, yang bersama-sama dengan saudara-saudaranya kemudian mempersiapkan diri untuk kembali ke sorga.

Dalam lakon Wahyu Kastuba Urip, wahyu digambarkan berupa pusaka dan senjata milik para pandawa yang kemudian kembali lagi kepada pemiliknya. Adapun pusaka dan para Pandawa yang semula hilang tersebut antara lain adalah Jamus Kalimasada, Gada Rujakpolo, dan Keris Pulanggeni. Adapun yang menerima wahyu tersebut adalah Abimanyu
( Jayalengkara ) setelah ia memanah pohon hidup ( Sigit Widodo, 1988 : 94 ).

Dalam lakon Wahyu Tohjali Abadi, wahyu dilukiskan berupa petunjuk yang diberikan oleh Dewa Ruci ( yang bersemayam di dalam kuncung Semar ) kepada Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Isi petunjuk tersebut adalah bahwa yang ketempatan wahyu sehingga menurunkan darah raja adalah Arjuna. Adapun yang menurunkan Wahyu Tohjali Abadi adalah Ismaya ( Semar ) ( Sigit Widodo, 1988: 97-98 ).

Dalam lakon Wahyu Sih Nugraha, wahyu dilakukan sebagai wejangan Jiwandana kepada Sadewa tentang ilmu kesempurnaan hidup. Jiwandana adalah wahana Wahyu Sih Nugraha. Setelah memberi wejangan ' petunjuk ' Jiwandana kemudian berubah menjadi sinar cemerlang dan masuk bersatu dengan Sadewa ( Sigit Widodo, 1988 : 96-97 ).

Dalam lakon Wahyu Purbasejati, wahyu digambarkan berupa penjelmaan Ramawijaya dan Laksmanawidagda ke dunia ke dalam diri Kresna dan Arjuna. Ramawijaya bersifat purba sedangkan Laksmanawidagda bersifat sejati. Oleh sebab itu turun dan menjelmanya Ramawijaya dan Laksmanawidagda disebutnya Wahyu Purbasejati. Di dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu memiliki lima macam tugas, yaitu:

1. Purba, berada dalam diri Sri Ramawijaya,
2. Wasesa, berada dalam diri Sri Kresna,
3. Sejati, berada dalam diri Laksmanawidagda,
4. Lowih, berada dalam diri Arjuna,
5. Murti, berada dalam diri Wibisana.

Dengan menjelma ke dalam diri Kresna maka sifat Wisnu sebagai purba ( Sri Ramawijaya ) bersatu dengan wasesa ( Sri Kresna ). Dengan demikian Kresna memiliki dua sifat Wisnu, yakni Purba dan wasesa. Adapun Arjuna memiliki dua sifat Wisnu, yakni sejati ( Laksmanawidagda ) dan lowih ( Arjuna ). Kresna adalah Tuhan yang turun ke dunia sebagai Pelindung Dunia sedangkan Arjuna adalah Wisnu yang turun ke dunia sebagi manusia sejati dan sakti atau sebagai Manusia Agung ( Arman Subana, 1996: 96-100 ). Dengan berkumpulnya Kresna dan Arjuna maka diibaratkan seperti madu 'madu' dan manise 'manisnya', seperti geni 'api' dan urube 'nyalanya'. Madunya Kresna manisnya Arjuna, apinya Kesawa ( Wisnu/Kresna ) nyalanya Janaka ( Arjuna ). Keduanya bersama-sama melaksanakan kewajiban sebagai pelindung dunia.

Di dalam pentas pertunjukan wayang beberapa dalang yang telah mementaskan lakon Wahyu Makutharama dan direkan dalam bentuk pita kaset, antara lain adalah Ki Anom Soeroto dan Ki Timbul Hadiprayitna. Adapun dalam pembahasan cerita Wahyu Makutharama dalam seminar kali ini, Sumber yang dipakai adalah Pakem Pedhalangan Lampahan Makutharama karya Ki Siswoharsojo, cetakan VI, Toko Buku " S. G " Ngayogyakarta tahun 1979.

B. SINOPSIS

Di kerajaan Ngastina, Prabu Duryudana dihadap Pendita Durna, patih Arya Sangkuni dan segenap pembesar kerajaan Ngastina. Prabu Duryudana menyampaikan ilham dewa bahwa Hyang Jagadpratingkah menurunkan Wahyu Makutharama di gunung Kutharunggu. Berhubung Prabu Duryudana tidak mau bertapa untuk mendapatkan wahyu tersebut maka disuruhnya Prabu Karna dan Patih Arya Sangkuni untuk mewakilinya pergi ke gunung Kutharunggu mencari wahyu tersebut.

Di pertapaan Kutharunggu, Begawan Kesawasidhi diharap oleh Begawan Anoman ( Resi Mayangkara ), Begawan Maesaka, Yaksendra Jajagwreka, dan Gajah Setubanda. Prabu Karna dan patih Arya Sangkuni datang menghadap Begawan Kesawasidhi dan mengungkapkan bahwa kedatangannya adalah mengemban perintah raja ( Prabu Duryudana ) untuk mencari Wahyu Makutharama. Begawan Kesawasidhi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan wahyu adalah tidak berbentuk dan tidak berwarna, tidak berarah, tidak pula bertempat tetapi hanyalah merupakan anugrah dari Hyang Widhi kepada manusia yang diterima karena tapa bratanya. Prabu Karna dan Patih Arya Sangkuni menduga bahwa Begawan Kesawasidhi mengetahui keberadaan wahyu Makutharama karena pengetahuannya yang meluas dan mendalam mengenai wahyu. Begawan Kesawasidhi akan diboyong ke Ngastina agar Wahyu Makutharama yang ada dalam dirinya dapat diberikan kepada Prabu Duryudana. Begawan Kesawasidhi menolak tawaran baik Prabu Karna dan Patih Arya Sangkuni menduga bahwa Begawan Kesawasidhi mengetahui keberadaan Wahyu Makutharama karena pengetahuannya yang luas dan mendalam mengenai wahyu. Begawan Kesawasidhi akan diboyong ke Ngastina agar Wahyu Makutharama yang ada dalam dirinya dapat diberikan kepada Prabu Duryudana. Begawan Kesawasidhi menolak tawaran baik Prabu Karna dan Patih Arya sangkuni sehingga menimbulkan peperangan. Dalam pertempurannya melawan Begawan Kesawasidhi, Prabu Karna terdesak sehingga ia melepaskan senjata andalannya, yaitu Kunta Wijayadanu tetapi sewaktu panah tersebut terlepas, Begawan Anoman segera menyahutnya. Prabu Karna merasa malu dan tidak berdaya sehingga ia meninggalkan medan pertempuran memisahkan diri dengan pasukan Kurawa yang kemudian juga mengundurkan diri.

Di tengah hutan, Arjuna bersama para punakawan, yaitu Semar, Gareng, Petruk bermaksud menuju Gunung Kutharunggu. Ia mendapat isyarat dari eyangnya, yaitu Begawan Abiyasa ( Wiyasa ) raja padeta dari Saptaarga, bahwa kepergian kakaknya, yaitu Prabu Kresna ( Sri Batara Kresna ) bersamaan waktunya dengan diturunnya Wahyu Makutharama di gunung Kutharunggu.

Di pertapaan Deksana, Begawan Wibisana dihadap Patih Padyawastana atau Patih Reksabangsa. Begawan Wibisana menyuruh Patih Padyawastana untuk menyampaikan surat kepada putranya yaitu Prabu Wibisana. Adapun Begawan Wibisana bermaksud untuk pergi mencari penjelmaan junjungannya sekaligus gurunya yaitu Sri Bathara Ramawijaya. Sepeninggal Patih Padyawastana maka Begawan Wibisana mengheningkan Cipta dan memperoleh hadiah dewa dengan mengetahui keberadaan Sang Hyang Kesawa. Akan tetapi dalam melakukan samadi tersebut keempat nafsu
( catur driya ) dalam dirinya terlepas dan menyatakan ketidakpuasannya atas perlakuan sepihak Begawan Wibisana. Adapun keempat perwujudan nafsu Begawan Wibisana, yaitu : Nuraga, Angkasa, Lodra, dan Sukarda tersebut kemudian disarankan pergi ke gunung Kutharunggu agar berjumpa dengan satria utama yang akan mengantar dan menyempurnakan mereka kembali ke alam baka. Adapun Begawan Wibisana sendiri ingin mencari penjelmaan gurunya, yaitu Sri Bathara Ramawijaya yang akan membantunya mengantarkannya kembali ke sorga.

Sesampainya di hutan Suwelagiri, Arjuna dan Punakawan dihadang oleh Nuraga, Angkara Lodra, dan Sukarda. Keempat perwujutan nafsu Begawan Wibisana tersebut memaksa Arjuna untuk membunuhnya agar mereka kembali ke alam asalnya, tetapi Arjuna menolak permintaan mereka, sehingga menimbulkan pertempuran. Dengan bantuan Semar, Arjuna dapat menyempurnakan keempat perwujutan nafsu tersebut kembali ke alam baka.

Di Pertapaan Kutharanggu, Begawan Kesawasidhi dihadap oleh Begawan Anoman, Begawan Maenaka, Yaksendra Jajagwreka, dan Gajah Setubanda. Begawan Anoman menyerahkan senjata Kunta Wijayadanu yang dirampasnya dari pemiliknya yaitu Prabu Karna. Akan tetapi Begawan Anoman justru dipersalahkan oleh Begawan Kesawasidhi, karena dengan demikian ia melakukan empat macam dosa. Begawan Anoman sangat menyesali perbuatannya itu dan disarankan oleh Begawan Kesawasidhi agar Begawan Anoman melanjutkan tapa bratanya ke gunung kendhalisada bersama saudara-saudaranya untuk menebus dosa sekaligus memohon petunjuk Hyang Maha Wasesa. Sepeninggal Begawan Anoman bersaudara, Begawan Wibisana datang ke Kutharunggu. Maksudnya akan menguji keyakinannya bahwa Begawan Kesawasidhi adalah penjelmaan Sri Bathara Ramawijaya. Oleh sebab itu Begawan Wibisana mengusir Begawan Kesawisidhi dari pertapaannya di Kutharunggu dengan dalih belum meminta ijin kepada dirinya, sebagai penguasa di daerah Kutharunggu. Pertempuran tak terhindarkan, Begawan Wibisana dapat ditundukkan setelah Begawan Kesawasidhi adalah penjelmaan junjungannya sekaligus gurunya, yaitu Sri Bathara Ramawijaya. Begawan Kesawasidhi kemudian membantu Begawan Wibisana kembali ke sorga dengan cara membakarnya. Akan tetapi perjalanan suksma Begawan Wibisana tergoda oleh ratapan dan rintihan Arya Kumbakarna, kakaknya, yang keadaannya di alam Lokantara sangat menyedihkan. Begawan Wibisana bermaksud membantu saudaranya itu tetapi ia justru kehilangan arah, jalan yang ditempuhnya menjadi gelap gulita. Pada saat itulah Begawan Kesawasidhi datang dan mengingatkan kesalahan sukma Begawan Wibisana. Dengan bantuan gurunya, maka akhirnya Begawan Wibisana dapat melanjutkan perjalanannya kembali menuju surga. Adapun suksma Arya Kumbakarna disarankan membuat dharma dengan jalan menyatu kepada seorang satria yang berbudi luhur dan utama. Suksma Arya Kumbakarna disuruh pergi ke gunung Suwelagiri.

Di kerajaan Ngamarta ( Batanakawarsa ), Prabu Yudhisthira ( Darmakusuma ) dihadap oleh ketiga adiknya, yaitu : Arya Sena ( Wrekudara ), Nakula, dan Sadewa serta Prabu Gathutkaca. Prabu Yudhisthira kemudian memerintahkan Arya Sena dan Prabu Gathutkaca untuk mencari Prabu Kresna dan Arjuna.

Di ksatrian Madukara, Dewi Wara Subadra dihadap Dewi Wara Srikandhi, Dewi Larasati, dan Dewi Sulastri. Mereka memperbincangkan kepergian suami mereka, yaitu Arjuna yang tengah mencari Prabu Kresna. Dewi Subadra bermaksud menyusul Arjuna, Dewi Wara Srikandhi bersikeras menyertainya. Resi Kanekaputra ( Narada ) turun menemui mereka dan memberitahukan bahwa kepergian Arjuna adalah untuk mencari Wahyu Makutharama. Resi Kanekaputra kemudian membantu Dewi Wara Subadra dengan mengubahnya menjadi laki-laki dan diberinya nama Bambang Sintawaka sedangkan Dewi Wara Srikandhi diubahnya pula menjadi laki-laki dan diberinya nama Bambang Kandhihawa. Mereka kemudian dilemparkan Resi Kanekaputra dan jatuh di tengah hutan wilayah Suwelagiri.

Di tengah hutan tersebut Bambang Sintawaka sesumbar menantang para raksasa. Prabu Gathotkaca yang mendengar dari udara menjadi panas hatinya sehingga turun menemui Bambang Sintawaka dan Bambang Kandhihawa. Pertengkaran tak dapat dihindarkan tetapi dengan mudah Prabu Gathotkaca dikalahkan dan dianggapnya sebagai anak mereka serta disuruhnya untuk menyertai perjalanannya.

Di tengah hutan, sukma Arya Kumbakarna menanti datangnya satria utama, sebagaimana perintah Begawan Kesawasidhi. Tidak lama kemudian Arya Sena ( Wrekudara ) lewat. Arya Kumbakarna mendekap kakinya dan meminta ijin untuk menyatu dengan Arya Wrekudara, tetapi permintaan itu ditolaknya sehingga terjadilah pertempuran. Pada waktu Arya Wrekudara lengah maka sukma Arya Kumbakarna merasuk ke dalam betis kirinya.

Di padepokan Kutharunggu, Begawan Kesawasidhi menerima kedatangan Arjuna bersama para punakawan. Setelah Arjuna dipandangnya pantas menerima wahyu, maka Begawan Kesawasidhi kemudian memberinya wejangan tentang makna Wahyu Makutharama, yang intinya adalah Asthabrata, yang diambilnya dari delapan sifat anasir ( unsur ) alam semesta, yaitu: kisma ( tanah ), tirta ( air ), samirana ( angin ), samodra ( samudra/lautan ), candra ( bulan ), baskara ( matahari ), dahana ( api ), dan kartika ( bintang ) atau disebut juga gunung. Arjuna kemudian disuruh untuk mencari dan menyerahkan senjata kunta Wijayadanu yang dirampas Begawan Anoman kepada Prabu Karna.

Arjuna menemukan Prabu Karna di tengah hutan, senjata Kunta Wijayadanu diserahkan. Akan tetapi Prabu Karna bermaksud meminta Wahyu Makutharama dari Arjuna. Arjuna menjelaskan bahwa Wahyu Makutharama tidak berujud dan tidak berwarna. Prabu Karna memaksakan kehendaknya sehingga terjadilah pertempuran tetapi dapat dikalahkan oleh Arjuna. Sepeninggalnya Prabu Karna, Arya Sena ( Wrekudara ) datang. Arya Wrekudara mengatakan bahwa kedatangannya bersama Arjuna adalah untuk mencari Prabu Kresna, kakaknya.

Bambang Sintawaka, Bambang Kandhihawa, dan prabu Gathotkaca ke pertapaan Kutharunggu. Bambang Sintawaka bermaksud meminta Arjuna, yang dianggap sebagai buruannya tetapi Begawan Kesawasidhi melindunginya sehingga pertempuran tak terhindarkan. Begawan Kesawasidhi bertempur melawan Bambang Sintawaka. Begawan Kesawasidhi akhirnya menjelma ( badar ) menjadi Prabu Kresna dan Bambang Sintawaka menjadi Dewi Wara Subadra. Dengan petunjuk Prabu Kresna Arjuna dapat memaksa Bambang Kandhihawa untuk menjelma kembali menjadi Dewi Wara Srikandi. Arya Wrekudara dan Prabu Gathotkaca pun akhirnya juga menghentikan pertempurannya. Prabu Kresna menjelaskan bahwa kepergiannya dari Dwarawati adalah untuk mengemban perintah Hyang Widi untuk menurunkan Wahyu Makutharama, yang akhirnya diperoleh oleh Arjuna. Kepada Wrekudara, Prabu Kresna menjelaskan bahwa Wrekudara mendapatkan tambahan kekuatan dari Arya Kumbakarna. Prabu Kresna kemudian mengajak saudara-saudaranya untuk kembali ke Ngamarta.

Di Ngastina, Prabu Duryudana menanti kedatangan Prabu Karna. Patih Arya Sangkuni kemudian datang dan melaporkan kegagalannya mencari wahyu. Prabu Karna kemudian datang dan melaporkan bahwa Arjuna telah mendapatkan Wahyu Makutharama. Prabu Duryudana kemudian memerintahkan Patih Arya Sangkuni untuk menyiapkan pasukannya menyerang Ngamarta.

Di kerajaan Ngamarta, prabu Yudhistira, Nakula, dan Sadewa menerima kedatangan Prabu Kresna, Arya Wrekudara, Arjuna, dan Gathotkaca. Prabu Kresna menerangkan bahwa kepergiannya dari kerajaan Dwarawati adalah mengemban parintah Hyang Wisesa untuk menurunkan Wahyu Makutharama. Pada saat itulah Patih Andaka Semeru datang menghadap untuk melaporkan bahwa Prabu Duryudana bersama pasukan Kurawa menyerang. Prabu Kresna memerintahkan Arya Wrekudara, Arjuna, dan Gathotkaca untuk menghadapi serangan tersebut. Arya Wrekudara bertempur melawan Prabu Duryudana, Arjuna bertempur melawan Prabu Karna,sedangkan Prabu Gathotkaca mengamuk menyerang pasukan Korawa. Prabu Kresna kemudian menciptakan angin menempuh pasukan Korawa hingga keluar dari Ngamarta. Prabu Kresna bersaudar kemudian menghadap Prabu Yudhistira untuk berpesta merayakan keberhasilan mereka.

c. KANDUNGAN FILOSOFIS PAKEM PEDHALANGAN LAMPAHAN MAKUTHARAMA

1. Seorang raja atau pemimpin perlu memiliki pegangan, pedoman, yang dapat dijadikan landasan bagi tata pemerintahannya, agar berbagai kebijakan yang diambil, ditetapkan atau diputuskan dapat adil, arif dan bijaksana, tidak menyimpang dari dharma,

2. Apabila seorang raja ( pemimpin ) ingin melangsungkan kedudukan atau kekuasaannya sampai pada anak keturunannya, maka ia perlu memiliki wahyu ( anugerah Illahi ), yang dapat memberinya tambahan kekuatan serta kewibawaan di dalam menyelenggarakan tata pemerintahannya.

3. Adapun untuk memperoleh wahyu, seorang raja ( pemimpin ) atau pun siapa saja harus memintanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ( dewa ), dengan berlandaskan pada: hati yang bersih, kerendahan hati ( tidak sombong dan membanggakan kedudukan ), memiliki tekad dan kemauan yang keras, mau berprihatin ( bertapa-brata ), serta mau meninggalkan untuk sementara hal-hal yang bersifat keduniawian. Di dalam mencari wahyu, perlu dilakukan sendiri, tidak diwakilkan kepada orang lain ( seperti Prabu Duryudana untuk memperolah Wahyu Makutharama ) mewakilkan kepada Prabu Karna sehingga gagal ). hal ini penting sebab wahyu tidak memilih untuk bertempat ( berdiam ) kepada seseorang yang memiliki pangkat, kedudukan/jabatan, atau pun kekayaan.

4. Di dalam mencari wahyu, seorang raja ( pemimpin ) perlu membersihkan hati dan mencucikan jiwanya dengan menanggalkan serta meninggalkan berbagai nafsu yang melekat di dalam jiwanay, misalnya :

a. Nafsu atau keinginan untuk makan yang enak, bersetubuh, yang dapat membuatnya panjang umur dan badan sentausa, yang lambangnya pada diri Lodra.

b. Nafsu atau keinginan untuk berpakaian atau memperindah diri ( bersolek ), mencintai keindahan, suka dan gembira, yang dilambangkan pada diri Sukarda.

c. Nafsu atau keinginan untuk berolah kanuragan dan kesaktian, pemberani, tatag tangguh, yang dilambangkan pada diri angkara.

d. Nafsu atau keinginan untuk memiliki perasan belas kasihan, sedih dan sengsara, berhati suci, hemat yang dilambangkan pada diri Nuraga.

Dengan menanggalkan dan meninggalkan ke empat macam nafsu, yang dapat dijajarkan dengan Luamah, Amarah, Supiah, dan Mutmainah, seseorang akan berpeluang untuk mendapatkan penerangan Illahi ( wahyu ). Hal ini dapat dilihat pada diri Begawan Wibisana, setelah ia mengeluarkan, menanggalkan ke empat nafsunya itu, maka ia mendapatkan penerangan Illahi ( dewa ) sehingga ia dapat mencari penjelmaan Sri Bathara Ramawijaya, yang berdiam dan menyatu dalam diri Begawan Kesawasidhi ( Prabu Kresna ). Demikian pula halnya Arjuna, setelah berhasil mengatasi gangguan ke empat perwujutan nafsu Begawan Wibisama, yaitu : Lodra, Sukarda, Angkara, dan Nuraga ) maka ia pun akhirnya berhasil mencari gunung Khuntarunggu dan mendapatkan wejangan dan uraian tentang makna Wahyu Makutharama dari Begawan Kesawasidhi ( Prabu Kresna ).

5. Wahyu Makutharama adalah ilmu pegangan dan pedoman bagi Sri Bathara Ramawijaya dalam menyelenggarakan tata pemerintahan di kerajaan Pancawati ( Pancawatidhendha ). Pada dasarnya Wahyu Makutharama berintikan Asthabrata ( Hastabrata ), yaitu : delapan laku ( watak ) dewa atau delapan sifat anasir ( unsur ) alam semesta, yang harus dipakai oleh seorang raja ( pemimpin ). Adapun sifat ke delapan anasir ( unsur ) alam semesta dan penerapannya itu dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kisma ( tanah/ bumi ):
bersifat selalu memperlihatkan kemurahan dengan memberi dana. Segala tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh manusia dan segala yang hidup, tidak lain karena disebabkan oleh buah yang dihasilkan dari tanah. Meskipun tanah dianiaya oleh manusia dengan cara dicangkuli, digali, tetapi justru tanah memperlihatkan kemurahannya. Beraneka macam harta benda, misalkan emas, permata, diberikan kepada manusia yang menganiaya tanah.
Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) hendaklah memiliki sifat tanah, yaitu : selalu bermurah hati kepada siapapun yang meminta belas kasihan raja. Bahkan andaikata hati raja ( pemimpin ) disakiti hendaknya dibalasnya dengan dharma.

b. Tirta ( air ):
bersifat rendah hati, tidak mau unggul-mengungguli, tidak merendahkan sebab air itu bersifat merata dan mengalir ke tempat yang rendah, tetapi air memiliki faedah yang besar, yaitu mendinginkan dan menyembuhkan orang yang sakti. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) hendaknya memiliki sifat air, tidak merendahkan kemampuan dan kepandaian orang lain, serta harus selalu mau turun ke bawah untuk melihat sendiri keadaan rakyatnya.

c. Samirana ( angin ): bersifat rajin dan teliti, serta dapat menyusup ke segala tempat. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus selalu meneliti di mana pun ia berada. Di dalam meneliti harus secara seksama sehingga rakyatnya dapat diketahui, baik yang kotor atau pun yang sakti.

d. Samodra ( samudra/lautan ) : bersifat luas tanpa batas. Segala benda dan air sungai yang tak terkira, yang mengalir ke dalamnya, tak membuat samudra ( lautan ) penuh dan meluap. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus berhati luas dan sabar. Raja ( pemimpin ) harus dapat menampung ( momot ) aspirasi rakyatnya, baik dalam keadaan suka ataupun duka, kesemuanya itu dihadapinya dengan raup wajah yang cerah, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila raja ( pemimpin ) merasa sakit hati karena rakyatnya maka ia segera dapat meredamnya.

e. Candra ( bulan ) : bersifat menerangi dan memberikan kesejukan ke seluruh dunia. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus selalu mempelajari ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kepandaiannya. Ilmu pengetahuan dan kepandaian yang diperoleh raja ( pemimpin ) itu hendaknya kemudian diajarkan sebagai penerang bagi rakyatnya, dengan tidak memandang apakah rakyatnya itu tinggal di dalam kota, di desa, atau bahkan di lereng gunung, tanpa memandang apakah rakyatnya itu berpangkat atau tidak. pendek kata semuanya diberi pelajaran.

f. Baskara ( matahari ): bersifat selalu memberi daya kekuatan kepada semua yang tergelas ( terbentang ) di dunia. Samudra/lautan dapat menguap menjadi awan, sampai akhirnya menjadikan hujan, semua itu tidak lain karena daya kekuatan matahari. Bumi berkembang untuk menumbukan berbagai tumbuh-tumbuhan, hal itu pun tidak lain karena daya sinar matahari. Dalam menyinari samudra/lautan maupun tanah ( bumi ), matahari melakukannya dengan sabar, perlahan-lahan, tidak tergesa-gesa, seperti halnya perjalanan matahari dari ufuk timur ke ufuk barat. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus memiliki sifat seperti matahari, ia harus selalu memberikan daya kekuatannya kepada rakyatnya. Para nahkoda, petani, dan para pekerja yang kekurangan semuanya harus mendapat limpahan kasih raja sebagai modal kerja bagi mereka. Meskipun di kelak kemudian hari mereka harus mengembalikan modal kerja tersebut, tetapi raja ( pemimpin ) harus dapat bersabar hati ( tidak tergesa-gesa menarik modal kerja tersebut ), melainkan menanti setelah mereka memperoleh hasil dari usahanya.

g. Dahana ( api ) : bersifat menyelesaikan. Tidak ada satu pun yang tidak hancur oleh api. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus memiliki sifat api. Dalam menerapkan pengadilan bagi rakyatnya harus dapat bertindak adil. Segala perkara yang diserahkan kepada raja ( pemimpin ) harus selesai, sempurna dengan adil bijaksana, tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan.

h. Kartika ( bintang ) atau pun disebut juga gunung: bersifat teguh tegar ( sentausa ). Meskipun gunung di terjang oleh angin prahara, tetapi bayu bajra tidak dapat menggoyahkan gunung, bahkan membelok arahnya ke kanan atau ke kiri, karena kalah oleh perbawa ( kewibawaan ) dan kekuatan gunung. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus memiliki sifat bintang atau pun gunung, sehingga segala hal yang diperintahkan harus tetap dijalankan, tidak boleh berubah.

6. Ajaran Astabrata ( Hastabrata ) dalam Wahyu Makutharama, kiranya tidak hanya diperuntukkan untuk raja atau penguasa ( pemimpin ) agar dijadikan pegangan, pedoman dalam ,mengendalikan tata pemerintahan, tetapi ajaran di dalamnya tersebut dapat diambil oleh manusia biasa untuk meningkatkan kualitas batin dan jiwanya dalam usahanya menyempurnakan diri. Manusia yang mampu mencerna dan meresapi, serta menerapkannya inti astabrata secara sungguh-sungguh, niscaya akan menjadi manusia pendeta yang dalam fikiran, tutur kata, dan perbuatannya dapat bersikap arif bijaksana. Pancaran dari dalam dirinya terasa menyejukkan, meneduhkan, dan menenangkan bagi orang lain di dekatnya, terlebih lagi pada keluarga dan kerabatnya.

7. Sumber ajaran Astabrata mengalami pergeseran, kalau semula yang diambil sebagai sumbernya adalah delapan watak ( laku ) dewa, yaitu : Indra, Bayu, Agni, Surya, Yama, Anila, Kuwera, dan Baruna, tetapi dalam perkembangannya kemudian mengambil delapan sifat anasir ( unsur ) alam semesta ( filsafat alam ), yaitu : kisma ( tanah/bumi ), tirta ( air ), samirana ( angin ), samodra ( samudra/lautan ), candra ( bulan ), baskara ( matahari ) dahana ( api ), dan kartika ( bintang ) yang juga disebut sifat gunung.

8. Dalam hubungan antara guru dengan muridnya atau raja dengan bawahannya maka guru atau raja harus dapat menjadi pelindung, pengayom, pemberi petunjuk yang benar kepada murid-muridnya atau para bawahannya. Sebaliknya para murid atau pun para bawahan harus percaya sepenuhnya kepada kelebihan-kelebihan gurunya atau rajanya ( tuannya ). penjajagan akan kelebihan-kelebihan guru atau raja, kiranya dapat dilihat dari kerendahan hatinya, tutur katanya atau bobot pembicaraannya,bukan dengan kekerasan dan kekuatan

Jumat, 11 Mei 2012

Ir. SOEKARNO SANG PROKLAMATOR


Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda) Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminot bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Keluarga Soekarno

Kiprah politik
Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Soekarno diantara Pemimpin Dunia
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Soekarno dan Joseph Broz Tito
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F Kennedy
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[7][6] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[6] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[7] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[2][7] Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[6][2]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[7] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[7] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[7] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[2] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Sakit hingga meninggal
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[8] Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko "100 Tahun Bung Karno". Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Perangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua diantaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang. Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland. Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan