SISTEM KADERISASI IPNU

KEPUTUSAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL
BIDANG KADERISASI
NOMOR 02/RAKORNAS/XII/2011
TENTANG
SISTEM KADERISASI
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrohmanirrohim
RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG KADERISASI
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA PADA TANGGAL 16-18 DESEMBER 2011,
Menimbang : 1. bahwa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) adalah
instrumen kaderisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang
mengemban mandat untuk melahirkan keder-kader pemimpin
NU dan bangsa di masa depan untuk menjamin keberlanjutan
organisasi NU dan keberlangsungan paham ahlussunnah wal
jama’ah dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia;
2. bahwa untuk dapat menunaikan mandat NU secara optimal
dan menjawab kebutuhan dan perkembangan masyarakat,
maka kerja kaderisasi IPNU harus dilaksanakan secara
efektif, berkualitas, terukur, berkelanjutan, dan relevan
dengan perkembangan dan perubahan sosial;
3. bahwa untuk menjamin pelaksanaan kaderisasi yang efektif,
berkualitas, berkelanjutan, terukur; dan relevan, diperlukan
sistem kaderisasi yang menjadi panduan, tata cata, referensi,
dan dasar hukum bagi pelaksanaan kaderisasi IPNU secara
nasional;
4. bahwa Peraturan Pimpinan Pusat Nomor:
06/PPP/XV/7354/IV/08 tentang Sistem Kaderisasi Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama masih terdapat kekurangan dan
dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
organisasi dan kebutuhan sosial akan adanya aturan tentang
kaderisasi yang baik sehingga perlu dilakukan perubahan dan
mengingat pentingnya regulasi tentang sistem kaderisasi,
maka status hukumnya perlu ditingkatkan;
5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, maka Rapat
Koordinasi Nasional perlu membentuk kepututusan tentang
Sistem Kaderisasi.
Mengingat : 1. Keputusan PBNU tentang Kaderisasi
2. Pasal 49 Peraturan Rumah Tangga IPNU
3. Pasal 182 Peraturan Organisasi IPNU
4. Keputusan Kongres XVI IPNU Nomor: 03/Kongres
XVI/IPNU/2009 tentang Garis-Garis Besar Program
Perjuangan dan Pengembangan IPNU
5. Keputusan Rapat Kerja Nasional IPNU, tanggal 29 Juli – 02
Agustus 2010.
Memperhatikan : Hasil Sidang pada Rapat Koordinasi Nasional IPNU pada
tanggal 17 Desember 2011
Dengan senantiasa memohon petunjuk Allah SWT,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : SISTEM KADERISASI IKATAN PELAJAR NAHDLATUL
ULAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Kepengurusan adalah kepengurusan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua
tingkatan yang telah disahkan menurut ketentuan yang berlaku.
2. Pimpinan Pusat, selanjutnya disebut PP, adalah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama.
3. Pimpinan Wilayah, selanjutnya disebut PW, adalah Pimpinan Wilayah Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
4. Pimpinan Cabang, selanjutnya disebut PC, adalah Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
5. Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disebut PCI, adalah Pimpinan Cabang
Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua negara di mana IPNU berada.
6. Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disebut PAC, adalah Pimpinan Anak Cabang
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
7. Pimpinan Ranting, selanjutnya disebut PR, adalah Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
8. Pimpinan Komisariat, selanjutnya disebut PK, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
9. Kaderisasi adalah proses pembentukan kader yang dimulai dari rekrutmen,
pendidikan dan pelatihan, pengembangan kader hingga promosi dan distribusi
kader.
10. Pendidikan kader adalah usaha sadar dan kegiatan terencana untuk meningkatkan
kualitas dan potensi kader dengan menanamkan ideologi, membentuk dan
memperkuat karakter, membangun nilai dan akhlaqul karimah, meningkatkan
kapasitas keorganisasian, serta menguatkan kepedulian dan daya kritis, serta
memperkuat kapasitas kepemimpinan dan gerakan sosial untuk mewujudkan
kemaslahatan publik dan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik.
11. Pelatihan kader adalah kegiatan terencana untuk meningkatkan kualitas dan potensi
kader dengan memperkuat kapasitas, kompetensi, ketrampilan dan profesionalitas
dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan diri, organisasi dan
masyarakat.
12. Sistem kaderisasi adalah satu kesatuan aturan dan tata cara pelaksanaan kaderisasi
IPNU yang berlaku secara nasional.
13. Paradigma transformatif adalah paradigma pendidikan yang berorientasi pada
peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan perubahan individual di satu sisi
dan penguatan daya kritis dan perubahan sosial di sisi yang lain.
14. Kaderisasi formal adalah kaderisasi yang dilakukan melalui pendidikan kader
berjenjang yang bersifat formal dan baku, serta pelatihan-pelatihan pengembangan
kader lainnya.
15. Kaderisasi non-formal adalah kaderisasi yang dilakukan di luar jalur-lajur
pendidikan kader formal, baik melalui pendampingan ataupun praktek lapangan.
16. Kaderisasi in-formal adalah kaderisasi yang dilakukan langsung melalui
kepengurusan organisasi dan kehidupan nyata di tengah masyarakat.
17. Tahapan kaderisasi adalah seluruh tahapan yang harus dilakukan dalam proses
kaderisasi.
18. Pelaksana adalah pelaksana keseluruhan tahapan kaderisasi, yaitu kepengurusan
IPNU pada semua tingkatan.
19. Tim fasilitator adalah tim yang mengorganisir dan memfasilitasi pendidikan dan
pelatihan kader pada setiap tingkat kepengurusan.
20. Rekrutmen adalah kegiatan mencari, menemukan, mengajak, dan menetapkan
sejumlah orang sebagai calon anggota agar mendapatkan anggota yang berkualitas
sesuai dengan kebutuhan organisasi dan masyarakat.
21. Masa Kesetiaan Anggota, selanjutnya disebut MAKESTA, adalah pendidikan kader
jenjang awal dalam sistem kaderisasi IPNU yang dimaksudkan untuk mencetak
anggota dan menjadi satu-satunya pintu masuk menjadi anggota IPNU.
22. Pendidikan Kader Muda, selanjutnya disebut LAKMUD, adalah pendidikan kader
jenjang menengah dalam sistem kaderisasi IPNU yang dimaksudkan untuk
mencetak kader.
23. Pendidikan Kader Utama, selanjutnya disebut LAKUT, adalah pendidikan kader
jenjang lanjut dalam sistem kaderisasi IPNU yang maksudkan untuk mencetak
kader pemimpin.
24. Latihan Fasilitator I, selanjutnya disebut LATFAS I, adalah pelatihan bagi
fasilitator jenjang pertama untuk mencetak fasilitator yang bersertifikasi untuk
memfasilitasi pendidikan dan pelatihan kader pada jenjang MAKESTA dan
LAKMUD.
25. Latihan Fasilitator II, selanjutnya LATFAS II, adalah pelatihan bagi fasilitator
jenjang kedua untuk mencetak fasilitator yang bersertifikasi untuk memfasilitasi
pendidikan dan pelatihan kader pada semua jenjang.
26. Materi pokok adalah materi-materi pokok dan utama yang harus ada dalam
pendidikan dan pelatihan kader sesuai jenjang yang ditentukan.
27. Muatan lokal adalah materi pendidikan dan pelatihan di luar materi pokok yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah, serta kompetensi dan realitas
lokal pada masing-masing daerah.
28. Pendekatan paedagogi adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada
indoktrinasi dan relasi satu arah.
29. Pendekatan andragogi adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada
pengalaman sebagai sumber belajar.
30. Full-partisopatory training adalah pelatihan yang dilakukan dengan pendekatan
partisipatif penuh.
31. Metode adalah seperangkat cara pembelajaran yang digunakan dalam proses
pendidikan dan pelatihan kader.
32. Media adalah sarana dan peralatan yang digunakan untuk mendukung proses
pendidikan dan pelatihan kader.
33. Sertifikasi pendidikan kader adalah ukuran kualitatif berdasarkan standard
kompetensi out-put pada suatu pendidikan kader atau pelatihan kader.
34. Pendampingan kader adalah aktivitas untuk merawat individu atau kelompok kader
agar konsisten untuk terus terlibat secara sadar dalam organisasi.
35. Pengembangan kader adalah aktivitas yang dilakukan dalam rangka
mengembangkan kapasitas kekaderan untuk melanjutkan jenjang berikutnya dan
mengembangkan potensi khusus yang dimiliki oleh anggota dan kader.
36. Promosi dan distribusi kader adalah proses penempatan dan penyebaran kader pada
posisi-posisi tertentu baik di internal organisasi maupun pada berbagai posisi
strategis di berbagai bidang dan institusi lain.
37. Modul Kaderisasi adalah serangkaian pedoman teknis dan tata cara dalam
melaksanakan program kaderisasi dan fasilitasi pendidikan dan pelatihan kader.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Sistem kaderisasi dimaksudkan sebagai seperangkat aturan yang menjadi pedoman dan
rujukan untuk merencanakan, mengorganisir, mengelola dan melaksanakan, dan
mengevaluasi seluruh proses kaderisasi secara terukur, efektif dan berkualitas.
Pasal 3
Sistem kaderisasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 bertujuan untuk:
a. menyediakan ketentuan umum penyelenggaraan program kaderisasi secara nasional;
b. menjamin penyelenggaraan program kaderisasi yang efektif dan berkualitas di semua
tingkat kepengurusan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
(1) Sistem kaderisasi mencakup keseluruhan proses kaderisasi yang dimulai dari
rekrutmen, pendidikan, pengembangan, serta promosi dan distribusi kader.
(2) Sistem kaderisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. falsafah dan paradigma kaderisasi;
b. bentuk-bentuk kaderisasi;
c. pelaksana kaderisasi;
d. tahapan kaderisasi; dan
e. monitoring dan evaluasi.
BAB IV
FALSAFAH DAN PARADIGMA KADERISASI
Pasal 5
(1) Falsafah kaderisasi IPNU berpijak pada paham ideologis Ahlussunnah wal jamaah
sebagaimana yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama
(2) Paham Ahlussunnah wal jamaah sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) adalah
yang berkaitan dengan konsep pendidikan, pengembangan sumberdaya manusia dan
perubahan sosial.
(3) Konsep-konsep ideologis sebagaimana ayat (2) dikembangkan dan dijabarkan
sedemikian rupa menjadi basis ontologis kerja kaderisasi,
Pasal 6
(1) Paradigma kaderisasi yang dikembangkan oleh IPNU adalah paradigma
transformatif.
(2) Paradigma sebagaimana ayat (1) berarti mengupayakan peningkatan profesionalisme
dan kapasitas kader di satu sisi, dan pengembangan daya kritis dan militansi kader di
sisi yang lain.
BAB V
BENTUK-BENTUK KADERISASI
Pasal 7
Bentuk-bentuk kaderisasi IPNU terdiri dari:
a. kaderisasi formal;
b. kaderisasi nonformal; dan
c. kaderisasi informal.
Pasal 8
Kaderisasi formal sebagaimana Pasal 7 huruf a dilakukan melalui pendidikan kader
berjenjang yang bersifat formal dan baku, serta pendidikan dan pelatihan
pengembangan kader lainnya.
Pasal 9
Kaderisasi nonformal sebagaimana Pasal 7 huruf b dilakukan melalui pelatihanpelatihan
khusus pendampingan dan praktek lapangan.
Pasal 10
Kaderisasi informal sebagaimana Pasal 7 huruf c dilakukan langsung melalui
kepengurusan organisasi, kepanitiaan dan keterlibatan dalam kehidupan nyata di tengah
masyarakat.
BAB VI
PELAKSANA
Bagian Pertama
Penyelenggara
Pasal 11
(1) Semua tingkat kepengurusan wajib menyelenggarakan program kaderisasi dalam
berbagai bentuk sebagaimana Pasal 7 sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
(2) Tugas dan kewenangan sebagaimana ayat (2) adalah sebagai berikut:
a. PP bertugas dan berwenang menyelenggarakan LATFAS II dan program
pengembangan kader;
b. PW bertugas dan berwenang menyelenggarakan LAKUT, LATFAS II dan
program pengembangan kader;
c. PC bertugas dan berwenang menyelenggarakan LAKMUD, LAKUT, LATFAS
I dan program pengembangan kader;
d. PAC bertugas dan berwenang menyelenggarakan rekrutmen, MAKESTA,
LAKMUD, dan program pengembangan kader;
e. PR bertugas dan berwenang menyelenggarakan rekrutmen, MAKESTA, dan
program pengembangan kader.
(3) Dalam setiap periode kepengurusan, setiap tingkat kepengurus wajib
menyelenggarakan program kaderisasi minimal dua (2) kali gelombang pendidikan
kader formal beserta program pengembangannya.
Pasal 12
(1) Program kaderisasi pada dasarnya dilaksanakan oleh Departemen Kaderisasi pada
masing-masing tingkat kepengurusan di bawah koordinasi Ketua/Wakil Ketua
Bidang Kaderisasi.
(2) Departemen Kaderisasi bertugas:
a. memetakan potensi kaderisasi di wilayah kerjanya;
b. merumuskan strategi pelaksanaan program kaderisasi nasional;
c. menyelenggarakan program kaderisasi pada wilayah kerjanya;
d. mendinamisasi kerja kaderisasi di wilayah kerjanya; dan
e. melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di
wilayah kerjanya.
Pasal 13
(1) Dalam rangka optimalisasi kinerja kaderisasi, seluruh departemen, lembaga dan
badan di lingkungan IPNU harus terlibat dalam program kaderisasi.
(2) Keterlibatan departemen, lembaga dan badan sebagaimana ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan kompetensi dan bidang kerjanya masing-masing.
Bagian Kedua
Fasilitator Kaderisasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 14
Untuk mendukung penyelenggaraan program kaderisasi, PP, PW, PC dan PAC
diharuskan membentukan Tim Fasilitator Kaderisasi.
Pasal 15
(1) Tim fasilitator kaderisasi terdiri dari Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional, Tim
Fasilitator Kaderisasi Wilayah, Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang, dan Tim
Fasilitator Kaderisasi Anak Cabang.
(2) Keanggotaan tim fasilitator disahkan dengan Surat Keputusan oleh masing-masing
tingkat kepengurusan.
(3) Masa kerja tim fasilitator mengikuti masa khidmat kepengurusan pada tingkat yang
bersangkutan.
(4) Tim fasilitator dapat dirombak dan/atau diperbarui sesuai dengan kebutuhan.
Paragraf 2
Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional
Pasal 16
Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional dibentuk oleh PP dan disahkan dengan Surat
Keputusan PP.
Pasal 17
(1) Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional dipimpin oleh Ketua Bidang Kaderisasi.
(2) Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional beranggotakan sekurang-kurangnya 7 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PP, atau kader IPNU di
luar kepengurusan struktural PP, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator; dan
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan
fasilitasi.
Pasal 18
Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional bertugas:
d. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam memetakan potensi kaderisasi di
seluruh Indonesia;
e. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam merumuskan strategi pelaksanaan
program kaderisasi nasional;
f. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator wilayah dan tim fasilitator cabang;
g. mengorganisir tim fasilitator wilayah dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
h. memfasilitasi pendidikan kader, workshop, lokakarya kaderisasi atau kegiatankegiatan
sejenis dan pelatihan-perlatihan lainnya di daerah kerja PP; dan
i. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam melakukan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan program kaderisasi secara nasional.
Pasal 19
Tim Fasilitator Kaderisasi Nasional bertanggung jawab kepada Ketua Umum PP.
Paragraf 3
Tim Fasilitator Kaderisasi Wilayah
Pasal 20
Tim Fasilitator Kaderisasi Wilayah dibentuk oleh PW dan disahkan dengan Surat
Keputusan PW
Pasal 21
(1) Tim Fasilitator Kaderisasi Wilayah dipimpin oleh Wakil Ketua yang membidangi
kaderisasi.
(2) Tim Fasilitator Kaderisasi Wilayah beranggotakan sekurang-kurangnya 6 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PW, atau kader IPNU di
luar kepengurusan struktural PW, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATFAS; dan
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan
fasilitasi.
Pasal 22
Tim Fasilitator Kaderisasi Wilayah bertugas:
d. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam memetakan potensi kaderisasi di
daerah kerjanya;
e. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam merumuskan dan
mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja
yang bersangkutan;
f. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator cabang;
g. mengorganisir tim fasilitator cabang dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
h. memfasilitasi pendidikan kader dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang
bersangkutan; dan
i. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam melakukan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
Pasal 23
Tim Fasilitator Kaderisasi Wilayah bertanggung jawab kepada Ketua PW.
Paragraf 4
Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang
Pasal 24
Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang dibentuk oleh PC dan disahkan dengan Surat
Keputusan PC.
Pasal 25
(1) Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang dipimpin oleh Wakil Ketua yang membidangi
kaderisasi.
(2) Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang beranggotakan sekurang-kurangnya 5 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PC, atau kader IPNU di
luar kepengurusan struktural PC, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATFAS I; dan
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan
fasilitasi.
Pasal 26
Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam memetakan potensi kaderisasi di
daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam merumuskan dan
mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja
yang bersangkutan;
c. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator anak cabang;
d. mengorganisir tim fasilitator anak cabang dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
e. memfasilitasi pendidikan kader dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang
bersangkutan;dan
f. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam melakukan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
Pasal 27
Tim Fasilitator Kaderisasi Cabang bertanggung jawab kepada Ketua PC.
Paragraf 5
Tim Fasilitator Kaderisasi Anak Cabang
Pasal 28
Tim Fasilitator Kaderisasi Anak Cabang dibentuk oleh PAC dan disahkan dengan Surat
Keputusan PAC.
Pasal 29
(1) Tim Fasilitator Kaderisasi Anak Cabang dipimpin oleh Wakil Ketua PAC yang
membidangi kaderisasi.
(2) Tim fasilitator anak cabang beranggotakan sekurang-kurangnya 4 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PAC, atau kader IPNU di
luar kepengurusan struktural PAC, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATFAS I; dan
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan
fasilitasi.
Pasal 30
Tim Fasilitator Kaderisasi Anak Cabang bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam memetakan potensi kaderisasi di
daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam merumuskan dan
mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja
yang bersangkutan;
c. memfasilitasi pendidikan kader dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang
bersangkutan; dan
d. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam melakukan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
Pasal 31
Tim fasilitator anak cabang bertanggung jawab kepada Ketua PAC.
Paragraf 6
Aturan Khusus
Pasal 32
(1) Jika Tim Fasilitator Kaderisasi pada suatu daerah belum terbentuk, maka tugastugasnya
dilaksanakan oleh Tim Fasilitator Kaderisasi pada tingkat di atasnya atau
Tim Fasilitator Kaderisasi dari daerah terdekat.
(2) Bagi PW, PC dan PAC yang sudah membentuk Tim Fasilitator Kaderisasi
diharapkan melakukan penyesuaian dengan aturan ini.
(3) Dalam kondisi tertentu dapat dibentuk Tim Fasilitator Kaderisasi gabungan dari
dua atau lebih kepengurusan setingkat pada zona tertentu.
BAB VII
TAHAPAN KADERISASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 33
Proses kaderisasi pada dasarnya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Rekrutmen calon anggota;
b. Pendidikan dan pelatihan kader;
c. Pengembangan kader;
d. Promosi dan distribusi kader.
Bagian Kedua
Rekrutmen Calon Anggota
Pasal 34
Rekrutmen sebagaimana Pasal 33 huruf a dilakukan dengan tahapan berikut:
1. Tahap pengenalan
2. Tahap pendekatan
3. Tahap pendataan
4. Tahap pendampingan
5. Tahap penyiapan penyertaan pada pendidikan kader
Pasal 35
1. Rekrutmen sebagaimana Pasal 34 pada dasarnya dilaksanakan oleh PK dan PR
2. Dalam keadaan tertentu, rekrutmen dapat diilaksanakan oleh PAC atau PC.
Pasal 36
Rekrutmen dilakukan dengan berbagai strategi yang disesuaikan dengan konteks sosial
dan kondisi lokal di setiap daerah.
Pasal 37
Dalam proses rekrutmen, pimpinan IPNU wajib melibatkan Lembaga CBP, Lembaga
Pers dan lembaga-lembaga lain di lingkungan IPNU, serta harus membangun sinergi
dengan perangkat organisasi lain di lingkungan NU.
Pasal 38
(1) Untuk mengenalkan IPNU kepada komunitas pelajar dan siswa-siswa baru dapat
dilakukan dengan Masa Orientasi Siswa (MOP), atau nama lain yang disepakati.
(2) MOP sebagaimana ayat (1) diselenggarakan di sekolah/madrasah baik tingkat
SLTP maupun SLTA.
(3) MOP diselenggarakan oleh PK bekerjasama dengan sekolah/madrasah yang
bersangkutan dan difasilitasi Tim Fasilitator Anak Cabang di daerah yang
bersangkutan.
(4) Apabila PK di sekolah/madrasah yang bersangkutan belum berdiri, maka MOP
diselenggarakan oleh PAC bekerjasama dengah pihak sekolah/madrasah.
(5) Apabila PAC di daerah yang bersangkutan belum berdiri, MOP dapat ditangani
oleh PC bekerjasama dengan pihak lembaga pendidikan.
Bagian Ketiga
Pendidikan dan Pelatihan Kader
Paragraf 1
Struktur Pendidikan dan Pelatihan Kader
Pasal 39
Jenjang pendidikan dan pelatihan kader sebagaimana Pasal 33 huruf b terdiri dari:
a. Masa Kesetiaan Anggota, selanjutnya disebut MAKESTA;
b. Pendidikan Kader Muda, selanjutnya disebut LAKMUD;
c. Pendidikan Kader Utama, selanjutnya disebut LAKUT;
d. Latihan Fasilitator I, selanjutnya disebut LATFAS I; dan
e. Latihan Fasilitator II, selanjutnya disebut LATFAS II.
Pasal 40
(1) MAKESTA sebagaimana Pasal 39 huruf a diorientasikan untuk melakukan
ideologisasi anggota,
(2) MAKESTA, diselenggarakan oleh PR dan PK atau gabungan dua atau lebih PR
dan PK.
(3) Dalam hal ayat (2) tidak terpenuhi, karena PR dan PK tidak mampu dan/atau ada
yang belum mampu menyelenggarakan, maka MAKESTA boleh diselenggarakan
oleh PAC.
(4) Peserta MAKESTA adalah calon-calon anggota yang telah direkrut oleh PR atau
PK.
(5) Peseta MAKESTA berumur setinggi-tingginya 16 tahun
(6) Out-put MAKESTA adalah anggota.
Pasal 41
(1) LAKMUD sebagaimana Pasal 39 huruf b diorientasikan untuk melakukan
pengembangan kemampuan keorganisasian.
(2) LAKMUD diselenggarakan oleh PAC atau gabungan dua atau lebih PAC.
(3) Dalam hal ayat (2) tidak terpenuhi, karena PAC tidak mampu dan/atau ada yang
belum mampu menyelenggarakan, maka LAKMUD boleh diselenggarakan oleh
PC.
(4) Peserta LAKMUD adalah anggota IPNU yang telah mengikuti MAKESTA.
(5) Peseta LAKMUD berumur setinggi-tingginya 20 tahun
(6) Out-put LAKMUD adalah kader.
Pasal 42
(1) LAKUT sebagaimana Pasal 39 huruf c diorientasikan untuk menguatkan kapasitas
gerakan.
(2) LAKUT diselenggarakan oleh PC atau gabungan dua atau lebih PC.
(3) Dalam hal ayat (2) tidak terpenuhi, karena PC tidak mampu dan/atau ada yang
belum mampu menyelenggarakan, maka LAKUT boleh diselenggarakan oleh PW.
(4) Peserta LAKUT adalah kader IPNU yang telah mengikuti LAKMUD.
(5) Peseta LAKUT berumur setinggi-tingginya 25 tahun
(6) Out-put LAKUT adalah kader pemimpin.
Pasal 43
(1) LATFAS I sebagaimana Pasal 39 huruf d diorientasikan untuk menguatkan
kompetensi kefasilitatoran tingkat dasar.
(2) LATFAS I diselenggarakan oleh PC atau gabungan dua atau lebih PC.
(3) Dalam hal ayat (2) tidak terpenuhi, karena PC tidak mampu dan/atau ada yang
belum mampu menyelenggarakan, maka LATFAS I boleh diselenggarakan oleh
PW.
(4) Peserta LATFAS I adalah kader IPNU yang telah mengikuti LAKMUD.
(5) Out-put LATFAS I adalah fasilitator yang memiliki sertifikasi untuk memfasilitasi
pendidikan kader pada jenjang MAKESTA dan LAKMUD.
Pasal 44
(1) LATFAS II sebagaimana Pasal 39 huruf e diorientasikan untuk menguatkan
kompetensi kefasilitatoran tingkat tinggi.
(2) LATFAS II diselenggarakan oleh PW atau gabungan dua atau lebih PW.
(3) Dalam hal ayat (2) tidak terpenuhi, karena PW tidak mampu dan/atau ada yang
belum mampu menyelenggarakan, maka LATFAS II boleh diselenggarakan oleh
PP.
(4) Peserta LATFAS II adalah kader utama IPNU yang telah mengikuti LAKUT.
(5) Out-put LATFAS II adalah fasilitator yang memiliki sertifikasi untuk memfasilitasi
pendidikan pada semua jenjang.
Paragraf 2
Pendekatan dan Metode Pendidikan dan Pelatihan Kader
Pasal 45
Pendidikan kader dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan andragogi, atau
gabungan antara pendekatan andragogi dan paedagogy.
Pasal 46
(1) Pada jenjang MAKESTA, pendekatan pendidikan yang digunakan adalah
gabungan antara pendekatan paedagogi dan andragogi, dengan pendekatan
paedagogi lebih dominan.
(2) Pada jenjang LAKMUD pendekatan pendidikan yang digunakan adalah gabungan
antara pendekatan paedagogi dan andragogi, dengan pendekatan andragogi lebih
dominan.
(3) Pada jenjang LAKUT, LATFAS I dan LATFAS II pendekatan pendidikan yang
digunakan adalah pendekatan andragogi murni dengan model full-partisipatory
training.
(4) Pada jenjang pendidikan sebagaimana ayat (3), pendidikan dilakukan dengan
model partisipatoris dengan menjadikan pengalaman sebagai sumber belajar.
Pasal 47
Berdasarkan pendekatan sebagaimana Pasal 45 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
pendidikan kader diselenggarakan dengan metode-metode yang mendukung bagi
pencapaian tujuan kaderisasi secara umum.
Pasal 48
Metode sebagaimana Pasal 47 terdiri dari:
a. ceramah;
b. brainstorming;
c. diskusi;
d. focus group discussion (FGD);
e. game dan dinamika kelompok;
f. penugasan;
g. studi kasus;
h. praktek;
i. pengamatan proses.
Pasal 49
(1) Pilihan metode sebagaimana Pasal 48 disesuaikan dengan jenjang dan kebutuhan
peserta.
(2) Fasilitator diperkenankan menambah dan mengembangkan metode sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi peserta serta perkembangan sosial setempat.
Pasal 50
(3) Ketentuan selanjutnya mengenai metode dan penggunaannya dalam berbagai
jenjang pendidikan diatur dalam Modul Kaderisasi.
Paragraf 3
Materi Pendidikan dan Pelatihan Kader
Pasal 51
(1) Materi pendidikan dan pelatihan kader pada dasarnya terdiri dari tiga kategori,
yaitu:
a. materi penguatan ideologi dan visi;
b. materi pengembangan kemampuan keorganisasian;
c. materi penguatan kapasitas intelektual dan gerakan.
d. materi kefasilitatoran.
(2) Materi-materi sebagaimana ayat (1) disusun sedemikian rupa dalam struktur materi
untuk setiap jenjang.
Pasal 52
Struktur materi sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ayat (2) disusun berdasarkan
orientasi pada setiap jenjang.
Pasal 53
Materi pokok pada MAKESTA terdiri dari:
a. Keislaman;
b. Ahlussunnah wal jama’ah I;
c. Ke-Nahdlatul Ulama-an I;
d. Ke-IPNU-an I;
e. Tradisi Keagamaan NU;
f. Pengantar Dasar Keorganisasian; dan
g. Motivasi belajar.
Pasal 54
Materi pokok pada LAKMUD terdiri dari:
a. Ahlussunnah wal jama’ah II;
b. Ke-Nahdlatul Ulama-an II;
c. Ke-IPNU-an II;
d. Keorganisasian;
e. Kepemimpinan I;
f. Managemen Organisasi Nirlaba/Non-profit;
g. Komunikasi;
h. Kerjasama;
i. Teknik Diskusi, Rapat dan Persidangan;
j. Managemen Konflik; dan
k. Networking dan Lobiyying.
Pasal 55
Materi pokok pada LAKUT terdiri dari:
a. Ahlussunnah wal jama’ah III;
b. Ke-Nahdlatul Ulama-an III;
c. Ke-IPNU-an III;
d. Indonesia dalam Konstelasi Global;
e. Peta Gerakan Islam di Indonesia;
f. Demokrasi dan Civil Society;
g. Analisis Sosial (Ekonomi, Politik, Budaya);
h. Gerakan Sosial;
i. Advokasi Kebijakan Publik; dan
b. Metode Pengorganisasian Pelajar.
Pasal 56
Materi pokok pada LATFAS I terdiri dari:
a. Sistem Kaderisasi IPNU;
b. Falsafah dan Pendekatan Pendidikan Kader;
c. Metodologi dan Media Pendidikan Kader;
d. Kefasilitatoran;
e. Psikologi Pendidikan Kader;
f. Managemen dan Desain Pendidikan Kader;
g. Bermain dan Belajar;
h. Metodologi Evaluasi Pendidikan Kader;
i. Review Materi MAKESTA;
j. Reviem materi LAKMUD; dan
k. Praktek Fasilitasi Pendidikan Kader.
Pasal 57
Materi pokok pada LATFAS II terdiri dari:
a. Sistem Kaderisasi IPNU;
b. Falsafah dan Pendekatan Pendidikan Kader;
c. Metodologi dan Media Pendidikan Kader;
d. Kefasilitatoran;
e. Psikologi Pendidikan Kader;
f. Managemen dan Design Pendidikan Kader;
g. Bermain dan Belajar;
h. Pengembangan Kurikulum;
i. Psikologi Perkembangan Remaja;
j. Metodologi Evaluasi Pendidikan Kader;
k. Review Materi MAKESTA;
l. Reviem materi LAKMUD;
m. Reviem materi LAKMUD; dan
n. Praktek Fasilitasi Pendidikan Kader.
Pasal 58
Isi setiap materi harus disampaikan secara tepat dan terfokus sesuai dengan pokok
bahasan dan hand-out materi pendidikan dan pelatihan.
Pasal 59
Ketentuan selanjutnya mengenai pokok-pokok bahasan materi pada setiap jenjang
pendidikan diatur dalam Modul Kaderisasi.
Pasal 60
(1) Selain materi-materi pokok sebagaimana Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan
Pasal 57, dapat ditambahkan materi muatan lokal atau materi lainnya.
(2) Muatan lokal sebagaimana ayat (1) meliputi materi-materi yang disesuaikan dengan
kebutuhan lokal, potensi daerah, dan kepentingan kaderisasi di daerah yang
bersangkutan.
(3) Muatan lokal harus mendukung pencapaian tujuan pendidikan dan tidak boleh
bertentangan dengan misi kaderisasi.
Paragraf 4
Sertifikasi Pendidikan dan Pelatihan Kader
Pasal 61
(1) Pada setiap jenjang pendidikan kader dan pelatihan harus dilakukan sertifikasi.
(2) Sertifikasi sebagaimana ayat (1) diberikan kepada peserta yang telah mengikuti
suatu pendidikan kader secara penuh dan layak berdasarkan penilaian dari
fasilitator.
(3) Sertifikat diterbitkan dan ditandatangani oleh kepengurusan IPNU penyelenggara
pendidikan.
(4) Jika kegiatan pendidikan dilaksanakan bersama lembaga lain, sertifikat dapat
ditandatangani bersama dengan pimpinan lembaga yang bersangkutan.
Pasal 62
(1) Sertifikasi ditandai dengan penerbitan sertifikat pendidikan atau pelatihan kader.
(2) Pada sertifikat sebagaimana ayat (1) dicantumkan:
a. nama;
b. tempat dan tanggal lahir;
c. alamat;
d. lembaga/kepengurusan pengutus;
e. kualifikasi hasil.
Bagian Keempat
Pengembangan dan Pendampingan Kader
Paragraf 1
Pendampingan
Pasal 63
Pendampingan dilakukan untuk memberikan pengawasan, pengarahan dan bimbingan
yang bersifat mempengaruhi, mengajak dan memberdayakan anggota dan kader.
Pasal 64
Pendampingan sebagaimana Pasal 63 dilakukan oleh pengurus IPNU setempat
terhadap kelompok kecil anggota dan kader secara berkesinambungan.
Pasal 65
Pendampinan sebagaimana Pasal 63 dilakukan dengan menggunakan strategi dan
pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks daerah yang bersangkutan.
Paragraf 1
Pengembangan
Pasal 66
Program pengembangan pada dasarnya dikelompokkan ke dalam dua orientasi berikut:
a. Pengembangan kader yang diorientasikan untuk mempersiapkan pada jenjang
pendidikan kader yang lebih tinggi; dan
b. Pengembangan yang diorientasikan untuk mengembangkan kompetensi dan potensi
khusus anggota pada bidang tertentu.
Pasal 67
Program pengembangan yang diorientasikan untuk mempersiapkan calon jenjang
pendidikan kader yang lebih tinggi sebagaimana Pasal 66 huruf a dilakukan dalam
bentuk:
a. Diskusi atau kajian tematik
b. Madrasah Ahlussunnah wal jamaah
c. Pelatihan kepemimpinan
d. Pendidikan Politik dan Kewarganegaraan
Pasal 68
Program pengembangan yang diorientasikan untuk mengembangkan kompetensi dan
potensi khusus anggota sebagaimana Pasal 66 huruf b dilakukan dalam bentuk:
a. Perekrutan pada lembaga tertentu, seperti Lembaga CBP atau Lembaga Pers.
b. Pengikutsertaan dalam pelatihan-pelatihan khusus sebagaimana Pasal 30,
Pasal 69
Setiap tingkat kepengurusan dapat merumuskan program, strategi, pendekatan, dan
metode pendampingan dan pengembangan kader yang relevan, kontekstual dan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi geososial setempat.
Bagian Kelima
Promosi dan Distribusi Kader
Pasal 70
(1) Promosi kader dilakukan dengan menempatkan kader pada struktur kepengurusan.
(2) Setiap tingkat kepengurusan wajib melakukan promosi sebagaimana ayat (1)
terhadap kader-kader berdasarkan kapasitas kekaderan.
(3) Kader yang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan kader berhak
dipromosikan dalam karir kepengurusan pada tingkat yang bersangkutan.
Pasal 71
(1) Distribusi kader dilakukan dengan menempatkan kader pada lembaga, instansi,
maupun profesi-profesi tertentu sesuai dengan kapasitanya.
(2) Proses distribusi kader sebagaimana ayat (1) dilakukan dengan berkoordinasi
bersama Majelis Alumni IPNU pada tingkat yang bersangkutan.
(3) Strategi distribusi kader ditentukan dan dikelola secara mandiri sesuai dengan
kondisi dan kebutuan di setiap daerah.
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 72
(1) Setiap tingkat kepengurusan wajib melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kaderisasi setiap tiga (3) bulan secara rutin.
(2) PP, PW, PC, dan PAC wajib melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan
kaderisasi yang dilakukan oleh tingkat di bawahnya secara rutin.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana ayat (1) dan ayat (2) dilakukan terhadap
semua tahapan kaderisasi.
Pasal 73
(1) Kegiatan monitoring dan evaluasi pada dasarnya dilakukan oleh departemen
kaderisasi pada tingkat yang bersangkutan
(2) Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana ayat (1) dapat dibantu oleh tim
fasilitator pada setiap tingkat kepengurusan.
Pasal 74
(1) Hasil monitoring dan evaluasi selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Umum/Ketua
melalui rapat pleno atau rapat harian pada tingkat yang bersangkutan.
(2) Hasil monitoring evaluasi sebagaimana ayat (1) selanjutnya dijadikan sebagai dasar
dan rujukan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan.
Pasal 75
(1) Untuk menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana Pasal 74
kepengurusan yang setingkat lebih tinggi wajib menyampaikan teguran secara lisan
dan tertulis kepada kepengurusan setingkat di bawahnya.
(2) Jika teguran sebagaimana ayat (1) tidak diindahkan, maka kepengurusan yang
setingkat lebih tinggi dapat memberikan sanksi kepada kepengurusan setingkat di
bawahnya.
(3) Bentuk sanksi sebagaimana ayat (2) diputuskan melalui rapat pleno atau rapat harian
kepengurusan pada tingkat yang bersangkutan.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 76
(1) Program dan kegiatan kaderisasi yang sedang berjalan tetap merupakan kaderisasi
yang sah.
(2) Pelaksanaan kaderisasi di semua tingkat kepengurusan harus menyesuaikan dengan
keputusan ini selambat-lambatnya dalam waktu 6 bulan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 77
Pada saat keputusan ini berlaku, Peraturan Pimpinan Pusat Nomor:
06/PPP/XV/7354/IV/08 tentang Sistem Kaderisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama,
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Pasal 78
(1) Pedoman teknis pelaksanaan keputusan ini diatur dalam Modul Kaderisasi yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Sistem Kaderisasi IPNU;
(2) Modul Kaderisasi sebagaimana ayat (1) disusun dan diputuskan oleh PP dan
diterbitkan selambat-lambat 3 (tiga) bulan setelah keputusan ini ditetapkan.
Pasal 79
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
Pasal 80
Agar setiap pengurus, fasilitator kaderisasi dan seluruh anggota IPNU mengetahui dan
memahami Sistem Kaderisasi ini, maka setiap tingkat kepengurusan diwajibkan
menyosialisasikan keputusan ini.
Ditetapkan di Cianjur
Pada tanggal 17 Desember 2011

RAPAT KOORDINASI NASIONAL
PIMPINAN SIDANG
Ketua Sekretaris
(SAIFUL ANAS) (ZAENAL LUTHFI)