DASAR
PENGKHUSUSAN BACAAN AL-FATIHAH
Pertanyaan :
Dalam Melaksanakan Upacara Tahlil Bisa Di Mulai dengan
membaca Surat Al-Fatihah yang di mulai dengan ungkapan Khusushan Ila Ruhi Fulan
(Kepada Ruh Fulan). Apakah Hal Semacam Itu ada dasarnya :
Jawab :
Apabila sudah di ketahui dasar
–dasar sampainya hadiah pahala Bacaan Al-Qur’an kepada orang yang meninggal
dunia, sudah barang tentu tidak akan di ragukan lagi sampainya pahala bacaan
Surat Al-Fatehah kepada orang yang di tuju, Karena ia merupakan bagian dari
beberapa surat di dalam Al-Qur’an. Syaikh Usamah Sayyid Mengatakan :
“Cukuplah dalam penetapan
kebenaran membaca surat al-Fatihah dan yang lainnya untuk orang yang meninggal
dunia adalah berdalil kepada hadits Bukhori Bahwa Nabi SAW Bersabda Kepada
Aisyah,”Andai kata Hal itu terjadi (Aisyah Meninggal Dunia), dan Saya Masih
hidup, kemudian aku mohonkan ampunan dan membaca do’a untuk kamu”. Pusat Pembahasan
pada Hadits ini adalah kata “dan Aku berdo’a untuk kamu”. Kalimat ini meliputi
do’a dan lainnya maka masuk pula do’a seorang laki – laki setelah membaca
Al-qur’an yang pahalanya di berikan kepada mayit” (Al-Qardhawi fi al-Ara’, 232)
Apabila
surat Al-Fatihah di gambarkan oleh Nabi SAW sebagai cahaya yang gemerlapan,
yang belum pernah di berikan kepada seorang Nabipun sebelum Rasulullah SAW.
Beliau bersabda :
Dari Ibnu Abbas RA, ia Berkata “ketika malaikat Jibril
duduk bersama Nabi SAW, beeliau mendengar suara pintu terbuka dari atasnya.
Kemudian Nabi SAW menengadahkan kepala. Malaikat Jibril AS lalu berkata,”Pada
hari ini pintun langit di buka dan belum pernah di buka sebelumnya. Malaikat
turun ke bumi yang tidak pernah turun kecuali hari ini. Ia kemudian
mengucapkan salam kepada Nabi SAW seraya berkata “Bergembiralah engkau
(Muhammad SAW) dengan dua cahaya yang di berikan kepadamu dan belum pernah di
terima oleh nabi sebelummu, yakni Surat Al-Fatihah dan beberapa ayat terakhir
Surat Al-Baqarah, tidaklah kamu membaca satu huruf dari keduanya kecuali engkau
akan di beri imbalannya”. (Shahih Muslim. [1339])
Di samping
itu, Surat Al-Fatihah merupakan do’a yang paling baik. Syah Waliyyullah
Al-Dahlawi mengatakan :
“Termasuk
perbuatan Sunnah (untuk mendo’akan orang mati) adalah membaca Surat Al-Fatihah,
karena ia merupakan Do’a yang paling baik dan paling luas cakupannya. Allah SWT
telah mengajarkan kepada hamba – hambaNya dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Di antara
Nabi SAW yang terkenal bagi mayit juga adalah (Do’a Yang Artinya) “Ya Allah
ampunilah orang yang masih hidup dan orang yang sudah mati di antara kami …”.
(Hujjatullah Al-Balighah, Juz II, Hal 93)
Malik Bin Dinar, Seorang Sufi Besar Bercerita :
“Pada
suatu malam aku masuk ke sebuah pemakaman. Di sana aku melihat cahaay yang
bersinar terang. Aku bersabda, “Tidak ada Tuhan Selain Allah, Kami melihat
bahwa Allah SWT telah mengampuni pada Ahli Kubur. Tiba – tiba saya mendengar
suara seseorang, ia manyatakan, “Wahai Malik Bin Dinar, ini adalah hadiah yang
di berikan orang mukmin kepada saudara mereka yang telah meninggal Dunia”. Saya
menjawab, “” Demi Dzat yang telah membuat kamu dapat berbicara, apakah hadiah
itu?” suara itu menjawab,”seorang laki laki dari golongan Mukmin bangun pada
malam ini, kemudian ia Berwudlu dengan sempurna, lalu sholat dua rakaat, dan
membawa Surat Al-Fatihah, Al-Kafirun, dan Al-Ikhlas, kemudian berdo’a “ Ya
Allah sesungguhnya aku hadiahkan pahala bacaan tersebut kepada Ahli Kubur yang
mukmin”. Maka Allah memberikan kepada kami, sinar, cahaya, keluasan dan
kebahagiaan di timur dan di barat”. (Ithaf Sadah Al-Muttaqin, Juz 10, Hal
372)
Dalam
membaca Surat Al-Fatihah tersebut di anjurkan untuk di dahului dengan
pengkhususan, semisal ucapan Khushushan Ila Ruhi….. Sebagaimana Penjelasan Syekh Abdurrahman Hsain
Al-Masyhur dalam kitab Bughyah Al-Mustarsyidin : “” Fatwa Sayyid
al-‘Allamah Abdullah Bin Husain Balfaqih bahwa yang lebih utama bagi orang
membaca Surat Al-Fatihah bagi seseorang adalah dengan mengucapkan ila ruhi
fulan bin fulan (Kepada Ruh Fulan Bin Fulan) sebagaimana tradisi yang
berlaku. (Hal itu lebih utama di ucapkan)karena ruh itu kekal sementara tubuh
itu hancur.” (Bughyatul Mustarsyidin, 98)
Di Kutip Dari Buku TAHLIL Karangan Muhyidin Abdusshomad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar