Selasa, 01 Mei 2012

DASAR PENGKHUSUSAN BACAAN AL-FATIHAH


DASAR PENGKHUSUSAN BACAAN AL-FATIHAH

Pertanyaan :
Dalam Melaksanakan Upacara Tahlil Bisa Di Mulai dengan membaca Surat Al-Fatihah yang di mulai dengan ungkapan Khusushan Ila Ruhi Fulan (Kepada Ruh Fulan). Apakah Hal Semacam Itu ada dasarnya :

Jawab :
Apabila sudah di ketahui dasar –dasar sampainya hadiah pahala Bacaan Al-Qur’an kepada orang yang meninggal dunia, sudah barang tentu tidak akan di ragukan lagi sampainya pahala bacaan Surat Al-Fatehah kepada orang yang di tuju, Karena ia merupakan bagian dari beberapa surat di dalam Al-Qur’an. Syaikh Usamah Sayyid Mengatakan :
“Cukuplah dalam penetapan kebenaran membaca surat al-Fatihah dan yang lainnya untuk orang yang meninggal dunia adalah berdalil kepada hadits Bukhori Bahwa Nabi SAW Bersabda Kepada Aisyah,”Andai kata Hal itu terjadi (Aisyah Meninggal Dunia), dan Saya Masih hidup, kemudian aku mohonkan ampunan dan membaca do’a untuk kamu”. Pusat Pembahasan pada Hadits ini adalah kata “dan Aku berdo’a untuk kamu”. Kalimat ini meliputi do’a dan lainnya maka masuk pula do’a seorang laki – laki setelah membaca Al-qur’an yang pahalanya di berikan kepada mayit” (Al-Qardhawi fi al-Ara’, 232)

            Apabila surat Al-Fatihah di gambarkan oleh Nabi SAW sebagai cahaya yang gemerlapan, yang belum pernah di berikan kepada seorang Nabipun sebelum Rasulullah SAW. Beliau bersabda :
Dari Ibnu Abbas RA, ia Berkata “ketika malaikat Jibril duduk bersama Nabi SAW, beeliau mendengar suara pintu terbuka dari atasnya. Kemudian Nabi SAW menengadahkan kepala. Malaikat Jibril AS lalu berkata,”Pada hari ini pintun langit di buka dan belum pernah di buka sebelumnya. Malaikat turun ke bumi yang tidak pernah turun kecuali hari ini. Ia kemudian mengucapkan salam kepada Nabi SAW seraya berkata “Bergembiralah engkau (Muhammad SAW) dengan dua cahaya yang di berikan kepadamu dan belum pernah di terima oleh nabi sebelummu, yakni Surat Al-Fatihah dan beberapa ayat terakhir Surat Al-Baqarah, tidaklah kamu membaca satu huruf dari keduanya kecuali engkau akan di beri imbalannya”. (Shahih Muslim. [1339])

            Di samping itu, Surat Al-Fatihah merupakan do’a yang paling baik. Syah Waliyyullah Al-Dahlawi mengatakan :
            “Termasuk perbuatan Sunnah (untuk mendo’akan orang mati) adalah membaca Surat Al-Fatihah, karena ia merupakan Do’a yang paling baik dan paling luas cakupannya. Allah SWT telah mengajarkan kepada hamba – hambaNya dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Di antara Nabi SAW yang terkenal bagi mayit juga adalah (Do’a Yang Artinya) “Ya Allah ampunilah orang yang masih hidup dan orang yang sudah mati di antara kami …”. (Hujjatullah Al-Balighah, Juz II, Hal 93)

Malik Bin Dinar, Seorang Sufi Besar Bercerita :
            “Pada suatu malam aku masuk ke sebuah pemakaman. Di sana aku melihat cahaay yang bersinar terang. Aku bersabda, “Tidak ada Tuhan Selain Allah, Kami melihat bahwa Allah SWT telah mengampuni pada Ahli Kubur. Tiba – tiba saya mendengar suara seseorang, ia manyatakan, “Wahai Malik Bin Dinar, ini adalah hadiah yang di berikan orang mukmin kepada saudara mereka yang telah meninggal Dunia”. Saya menjawab, “” Demi Dzat yang telah membuat kamu dapat berbicara, apakah hadiah itu?” suara itu menjawab,”seorang laki laki dari golongan Mukmin bangun pada malam ini, kemudian ia Berwudlu dengan sempurna, lalu sholat dua rakaat, dan membawa Surat Al-Fatihah, Al-Kafirun, dan Al-Ikhlas, kemudian berdo’a “ Ya Allah sesungguhnya aku hadiahkan pahala bacaan tersebut kepada Ahli Kubur yang mukmin”. Maka Allah memberikan kepada kami, sinar, cahaya, keluasan dan kebahagiaan di timur dan di barat”. (Ithaf Sadah Al-Muttaqin, Juz 10, Hal 372)

            Dalam membaca Surat Al-Fatihah tersebut di anjurkan untuk di dahului dengan pengkhususan, semisal ucapan Khushushan Ila Ruhi…..  Sebagaimana Penjelasan Syekh Abdurrahman Hsain Al-Masyhur dalam kitab Bughyah Al-Mustarsyidin : “” Fatwa Sayyid al-‘Allamah Abdullah Bin Husain Balfaqih bahwa yang lebih utama bagi orang membaca Surat Al-Fatihah bagi seseorang adalah dengan mengucapkan ila ruhi fulan bin fulan (Kepada Ruh Fulan Bin Fulan) sebagaimana tradisi yang berlaku. (Hal itu lebih utama di ucapkan)karena ruh itu kekal sementara tubuh itu hancur.” (Bughyatul Mustarsyidin, 98)

Di Kutip Dari Buku TAHLIL Karangan Muhyidin Abdusshomad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar