Rabu, 02 Mei 2012

Patriotisme & Nasionalisme Sebagai Barang Langka

Awalnya kita dikejutkan dengan sikap Pemerintah yang mewajibkan perusahaan tambang mineral dan batubara milik asing melakukan divestasi atau pelepasan saham ke peserta Indonesia sebesar 51 persen. Kewajiban divestasi tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang salinannya diperoleh di Jakarta, Rabu. Dan bagi tambang asing yang melanggar ketentuan divestasi akan dikenakan sanksi administratif mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, hingga pencabutan izin. Peraturan itu berlaku sejak diundangkan tanggal 21 Februari 2012 dan tidak berlaku surut. Aturan itu juga berlaku pada seluruh kontrak yang mendapatkan perpanjangan.
Tak berapa lama kemudian, kita juga tambah dikejutkan dengan adanya kebijakan bahwa; Orang Asing Tidak Boleh Menduduki Posisi Puncak suatu perusahaan di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 40 tanggal 29 Februari 2012. Keputusan tersebut melarang orang asing untuk menduduki jabatan CEO dan beberapa posisi lainnya seperti Human Resources Director, Job Interviewer, Career Adviser, Job Analyst, Job Trainer.

By Kompasiana.com
Kok beraninya pemerintah sekarang mengambil kebijakan yang nampak berpotensi menyunat wilayah penguasaan asing terhadap aset nasional? Meskipun persoalan divestasi masih terbatas pada kasus Newmont, tapi getarannya tentu sampai ke Freeport juga, bahkan lainya.
Padahal isu Papua di tingkat internasional dianggap sangat mengganggu, hal itu mengingat banyaknya kepentingan asing bermain di Papua, sehingga sekecil suara jarumpun, jika jatuh di dekat-dekat lokasi tambang Newmont apalagi Freeport, maka akan kedengar nyaring sampai ke luar negeri.
Jadi persoalan Papua, sekecil apapun akan sangat mengganggu asing, apalagi jika sampai mengganggu tambang mereka. Bau intervensi Asing di Papua sangatlah terlihat nyata. Hal itu diindikasikan oleh pernyataan Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton yang menanggapi berbagai gejolak yang berlangsung di Papua akhir 2011, dengan menyampaikan kekhawatiran mengenai kondisi HAM di Papua. Ia juga menyerukan adanya dialog untuk memenuhi aspirasi rakyat di wilayah konflik tersebut, dikhawatirkan hal itu untuk selanjutnya mengarah pada upaya referendum. Persis dengan metode pelepasan Timor-Timur dulu.
Rencana Vatikan untuk menunjuk langsung Uskup Papua, juga memperkuat dugaan adanya intervensi tersebut. Apalagi ribuan marinir Amerika Serikat telah dikerahkan di Darwin, Australia. Untuk apa?
Katanya sih untuk upaya membendung agar Indonesia tidak jatuh ke tangan China. Tapi apakah mesti “you’re either with us, or against us?” Kenapa tidak boleh menjadi Negara yang benar-benar berdaulat saja. Negara yang bisa berbuat baik bagi semua bangsa?
Jadi, jika benar kekhawatiran adanya intervensi asing tersebut, maka berbagai kebijakan yang membatasi kewenangan dan hak ekploitasi aset Indonesia, tidak terbatas pada tambang Freeport atau Newmont saja, bahkan juga lainnya, adalah bisa dibilang sebagai salah satu bentuk upaya membela diri dari intervensi asing. Hal itu butuh sikap patriotism nyata sebagai anak bangsa yang peduli masa depan bangsanya. Sehingga berbagai kebijakan pemerintah diatas, perlu mendapat dukungan.
Kita juga menunggu munculnya sikap patriotisme-patriotisme lain berdasarkan rasa nasionalisme yang telah berubah menjadi semacam barang langka di Indonesia. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar