Ketika
dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun
karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno
oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah
Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno"
karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o"
sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di
kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I. , ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi
Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda) Ia
tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed
Soekarno
Di
beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal
ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat,
sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena
mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang
hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah
bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal
ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales , bahasa Denmark , bahasa Jerman, dan bahasa
Spanyol.
Sukarno
menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam
beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia
oleh negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa
kecil dan remaja
Soekarno
dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang
merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.
Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan
Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang
bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama
kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia
bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya
memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.
Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS)
untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915,
Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang
kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminot bahkan memberi
tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno
banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan
Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro
Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi
tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain
itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang
dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat
H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang
ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun
1925. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan
anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi
dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat
itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Keluarga
Soekarno
Kiprah
politik
Masa
pergerakan nasional
Pada
tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan
hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini
menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.
Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember
1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga
dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan
Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933,
dan diasingkan ke Flores . Di sini, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara
seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam
bernama Ahmad Hasan.
Pada
tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno
baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa
penjajahan Jepang
Soekarno
bersama Fatmawati dan Guntur
Pada
awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia . Ini terlihat
pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu
dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun
akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia
seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia .
Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat
(Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar
Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu
aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang
melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena
menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Soekarno
diantara Pemimpin Dunia
Presiden
Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia
aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah
merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk
merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke
Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada
tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran
(Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu
membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa
ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan
Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat
wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun
keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno
dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus
romusha.
Masa
Perang Revolusi
Ruang
tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
Soekarno
bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang
(resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI,
Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah
menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta
dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air
Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana,
Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta
segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia
terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan
pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan
alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang
berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik
Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan
bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya
wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada
tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945
pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada
tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan
darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok
dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada
saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip
Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga
berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris)
meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral
A.W.S Mallaby.
Karena
banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya
memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil
presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan
Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala
pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai
Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat
wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai
politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih
demokratis.
Meski
sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden
Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948
serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.
Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua
Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan
situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
Masa
kemerdekaan
Soekarno
dan Joseph Broz Tito
Setelah
Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden
Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai
RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada
Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden
konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah
berkonsultasi dengannya.
Mitos
Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung"
membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan
menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut
turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada
jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Soekarno
dan John F Kennedy
Presiden
Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional.
Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno,
pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan
kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang
merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam
pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito
(Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu,
(Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan
Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan
masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini
pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno
bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional,
Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan
pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet),
John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung
(RRC).
Kejatuhan
Situasi
politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam
peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada
1965.[7][6] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan
kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[6] Kemudian massa dari
KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[7] Namun,
Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan
Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[2][7] Sikap Soekarno yang menolak
membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[6][2]
Lima
bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani
oleh Soekarno.[7] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan
pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[7] Surat tersebut lalu digunakan
oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS
pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar
menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto
sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno
kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[7] Pidato tersebut berjudul
"Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[2] MPRS kemudian meminta
Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun
kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga
akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan
Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut
maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan
Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut
gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI
hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Sakit
hingga meninggal
Makam
Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.
Kesehatan
Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah
dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina,
Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5
tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai
tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso
yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin
terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan
anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike
medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil
Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike
medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
1.
Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno
semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2.
Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan
kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim
dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno
hingga saat meninggalnya.
Walaupun
Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor,
namun pemerintah memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman
Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah
Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan
harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin
oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[8]
Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam
rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor
Filateli Jakarta menerbitkan perangko "100 Tahun Bung Karno".
Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang
bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga
ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai
nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang
kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun
1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki
nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI.
Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan
bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan
dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi
Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album
koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga
desain kaus Bung Karno.
Perangko
yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19
Juni 2008. Perangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba
Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro
dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Gelanggang
Olahraga Bung Karno pada 1962.
Nama
Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun
1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan
sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta.
Pada masa Orde Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora
Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan
kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini
dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah
kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua diantaranya adalah
Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno
adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan
pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang
secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building
kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara
itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan
benda-benda seni maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai
daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh
delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh
Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi
Soekarno. Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya
Jakarta. Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul
"Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930
serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden. Selain memperlihatkan video
dan foto, berbagai cinderamata Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya
adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos
Soekarno.
Seseorang
yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan
Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri
Pertahanan Udara Sedang. Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya
sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi,
Bogor. Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning
murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan
cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan
tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN
(Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank
Swiss dan Bank Netherland. Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso
bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas
tersebut.
Penghargaan
Semasa
hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas
di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar
kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada,
Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas
Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia
University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University
(Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar
negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada
bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan
penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut
adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR
Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang
semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena
dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan
oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam
melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan
penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di
Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam
menerima penghargaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar