KH. Hasyim Asy’ari lahir di Gedang,
Jombang, Jawa Timur, hari Selasa, 24 Dzulhijjah 1287 H bertepatan
dengan 14 Februari 1871 M. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, seorang ulama
asal Demak yang merupakan keturunan ke-8 dari Jaka Tingkir yang menjadi
Sultan Pajang di tahun 1568 M. Jaka Tingkir merupakan anak Brawijaya IV
yang menjadi raja Majapahit. Sedangkan Ibunya bernama Halimah, putri
Kiai Usman pendiri dan pengasuh pesantren Gedang Jawa Timur. Kiai Usman
juga merupakan seorang pemimpin Thariqah ternama pada akhir abad ke-19
M.
Sebagaimana santri pada umumnya, KH.
Hasyim Asy’ari senang belajar di pesantren sejak masih belia.. sebelum
umur 8 tahun Kiai Usman sangat memperhatikannya. Kemudian pada tahun
1876 M ia meninggalkan kakeknya tercinta untuk memulai pelajarannya yang
baru di pesantren orang tuanya sendiri di Keras.
Menginjak usia 15 tahun, KH. Hasyim
berkelana ke berbagai pesantren yakni ke pesantren Wonokoyo Probolinggo,
pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilin Madura, pesantren
Demangan Bangkalan Madura dan akhirnya ke pesantren Siwalan Surabaya. Di
pesantren Siwalan ia menetap selama 2 tahun. Karena kecerdasannya, ia
diambil menantu oleh Kiai Ya’kub pengasuh pesantren tersebut. Kemudian
ia dikirim ke mekah oleh mertuanya untuk menuntut ilmu disana. Ia
bermukim di mekah selama 7 tahun dan tidak pernah pulang, kecuali pada
tahun pertama saat puteranya yang baru lahir meninggal dunia kemudian
disusul istrinya juga meninggal. Di tanah suci KH. Hasyim mencurahkan
pikirannya untuk belajar berbagai disiplin ilmu, sehingga pada tahun
1896 M ia telah mampu mengajar.
Selama di Mekah, KH. Hasyim Asy’ari
belajar dibawah bimbingan ulama terkenal, seperti Syekh Amin al-Athor,
Sayyid Sultan Ibnu Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawi, Syekh Mahfudz
al-Tirmasi. Ia tertarik dengan ide pembaharuan, namun ia tidak setuju
dengan beberapa pemikiran Wahabi yang kebablasan dalam beberapa
pembaharuannya. Gerakan pembaruan Islam ini gencar dilakukan oleh
Muhammad Abduh.
Inti gagasan Muhammad Abduh adalah
mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni yang lepas
dari pengaruh dan praktek-praktek luar, reformasi pendidikan Islam di
tingkat Universitas, megkaji dan merumuskan kembali doktri Islam dan
mempertahankan Islam. Rumusan-rumusan Muhammad Abduh ini dimaksudkan
agar umat Islam dapat memainkan kembali peranannya dalam bidang social,
politik dan pendidikan pada era modern. Untuk itu pula Muhammad Abduh
melancarkan gagasan agar umat Islam melepaskan diri dari keterikatan
pola piker para pendiri Madzhab dan meninggalkan segala praktek tarekat.
Ide ini disambut secara antusias oleh para pelajar Indonesia yang
berada di Mekah, bahkan mendorong mereka untuk pergi ke mesir untuk
melanjutkan studinya dan mengembangkannya setelah pulang ke tanah air.
Mas inilah yang kemudian disebut oleh
Zamahsari Dlofier sebagai Islamic Revivalisme yang mempunyai dua
karakteristik, yakni melepaskan diri dari ikatan bermadzhab dan tetap
berpegang pada pola pemikiran madzhab yang empat. Dalam kelompok kedua
inilah KH. Hasyim Asy’ari mempunyai andil yang besar dalam
melestarikannya.
KH. Hasyim Asy’ari setuju dengan gagasan
Muhammad Abduh tersebut untuk membangkitkan semangat Islam, tetapi ia
tidak setuju dengan hal pelepasan diri dari madzhab. KH. Hasyim Asy’ari
berkeyakinan bahwa tidak mungkin memahami maksud sebenarnya dari
al-Qur’an dan Hadits tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama
besar yang ada dalam system madzhab. Menafsirkan al-Qur’an dan Hadits
tanpa mempelajari dan meneliti pemikiran para ulama madzhab, maka hanya
akan menghasilkan pemutarbalikan ajaran Islam yang sebenarnya.
Sementara itu dalam menanggapi seruan
Muhammad Abduh dan Syeikh Ahmad Khatib agar umat Islam meninggalkan
tarekat, maka KH Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa tidak semua tarekat
salah dan bertentangan dengan ajaran Islam, yakni tarekat yang mengarah
pada pendekatan diri kepada Allah SWT.
Setelah kepulangannya dari Mekah, KH
Hasyim Asy’ari kemudian terlibat aktif dalam pengajaran di pesantren
kakaknya sebelum akhirnya mendirikan pesantren Tebuireng. Di Pesantren
Tebuireng inilah KH Hasyim Asy’ari mencurahkan pikirannya sehingga
ke’alimannya terutama dibidang Hadits, maka pesantren Tebuireng
berkembang begitu cepat dan terkenal dengan pesantren Hadits. KH Hasyim
Asy’ari dalam mengelola pesantren Tebuireng mampu membawa perubahan
baru. Beberapa perubahan dan pembaharuan yang dilakukan pada masa
kepemimpinan KH Hasyim Asy’ari antara lain mengenalkan system Madrasah.
Sebelum tahun 1899 M, pesantren Tebuireng menggunakan sistem pengajian
sorogan dan bandongan. Akan tetapi sejak tahun 1916 M mulai dikenalkan
sitem Madrasah dan tiga tahun kemudian (1919 M) mulai dimasukan mata
pelajaran umum. Langkah tersebut merupakan hasil dari rumusan KH Maksum
(menantu KH Hasyim Asy’ari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar