Awalnya
kita dikejutkan dengan sikap Pemerintah yang mewajibkan perusahaan
tambang mineral dan batubara milik asing melakukan divestasi atau
pelepasan saham ke peserta Indonesia sebesar 51 persen. Kewajiban
divestasi tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun
2012 tentang Perubahan Atas PP No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang salinannya
diperoleh di Jakarta, Rabu. Dan bagi tambang asing yang melanggar
ketentuan divestasi akan dikenakan sanksi administratif mulai dari
peringatan tertulis, penghentian sementara, hingga pencabutan izin.
Peraturan itu berlaku sejak diundangkan tanggal 21 Februari 2012 dan
tidak berlaku surut. Aturan itu juga berlaku pada seluruh kontrak yang
mendapatkan perpanjangan.
Tak
berapa lama kemudian, kita juga tambah dikejutkan dengan adanya
kebijakan bahwa; Orang Asing Tidak Boleh Menduduki Posisi Puncak suatu
perusahaan di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No 40 tanggal 29 Februari 2012. Keputusan tersebut melarang
orang asing untuk menduduki jabatan CEO dan beberapa posisi lainnya
seperti Human Resources Director, Job Interviewer, Career Adviser, Job
Analyst, Job Trainer.
By Kompasiana.com
Kok
beraninya pemerintah sekarang mengambil kebijakan yang nampak
berpotensi menyunat wilayah penguasaan asing terhadap aset nasional? Meskipun persoalan divestasi masih terbatas pada kasus Newmont, tapi getarannya tentu sampai ke Freeport juga, bahkan lainya.
Padahal
isu Papua di tingkat internasional dianggap sangat mengganggu, hal itu
mengingat banyaknya kepentingan asing bermain di Papua, sehingga sekecil
suara jarumpun, jika jatuh di dekat-dekat lokasi tambang Newmont
apalagi Freeport, maka akan kedengar nyaring sampai ke luar negeri.
Jadi
persoalan Papua, sekecil apapun akan sangat mengganggu asing, apalagi
jika sampai mengganggu tambang mereka. Bau intervensi Asing di Papua
sangatlah terlihat nyata. Hal itu diindikasikan oleh pernyataan Menteri
Luar Negeri, Hillary Clinton yang menanggapi berbagai gejolak yang
berlangsung di Papua akhir 2011, dengan menyampaikan kekhawatiran
mengenai kondisi HAM di Papua. Ia juga menyerukan adanya dialog untuk
memenuhi aspirasi rakyat di wilayah konflik tersebut, dikhawatirkan hal
itu untuk selanjutnya mengarah pada upaya referendum. Persis dengan
metode pelepasan Timor-Timur dulu.
Rencana
Vatikan untuk menunjuk langsung Uskup Papua, juga memperkuat dugaan
adanya intervensi tersebut. Apalagi ribuan marinir Amerika Serikat telah
dikerahkan di Darwin, Australia. Untuk apa?
Katanya
sih untuk upaya membendung agar Indonesia tidak jatuh ke tangan China.
Tapi apakah mesti “you’re either with us, or against us?” Kenapa tidak
boleh menjadi Negara yang benar-benar berdaulat saja. Negara yang bisa
berbuat baik bagi semua bangsa?
Jadi,
jika benar kekhawatiran adanya intervensi asing tersebut, maka berbagai
kebijakan yang membatasi kewenangan dan hak ekploitasi aset Indonesia,
tidak terbatas pada tambang Freeport atau Newmont saja, bahkan juga
lainnya, adalah bisa dibilang sebagai salah satu bentuk upaya membela
diri dari intervensi asing. Hal itu butuh sikap patriotism nyata sebagai
anak bangsa yang peduli masa depan bangsanya. Sehingga berbagai
kebijakan pemerintah diatas, perlu mendapat dukungan.
Kita
juga menunggu munculnya sikap patriotisme-patriotisme lain berdasarkan
rasa nasionalisme yang telah berubah menjadi semacam barang langka di
Indonesia. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar